Sabtu, 04 Juni 2016

aliran filsafat materialisme

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam filsafat, banyak sekali paham tentang konsep ketuhanan. Di antaranya ada yang mengagungkan ada pula yang meragukan. Fakta sejarah menunjukkan bahwa paham akan keyakinan kepada Tuhan dan keraguan bahkan menolak eksistensi Tuhan tampaknya memiliki argumen-argumen tersendiri. Dari berbagai paham filsafat yang meragukan dan menolak agama ada banyak sekali, salah satu di antaranya yakni materialisme. Paham materialisme mengambil bentuk pada upaya untuk menyelidiki tentang alam sebagai materi dan tidak mempercayai hal yang bersifat metafisika, termasuk Tuhan. Untuk itu penting kiranya memperdalam mengenai materialisme, agar dapat mengetahui secara pasti konsep paham aliran ini dan tidak menjadikan sesat pemahaman.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah muncul aliran materialisme?
2.      Bagaimana konsep pemikiran paham aliaran materialisme menurut Feuerbach dan Karl Marx?
3.      Bagaimana kritikan yang menentang terhadap aliran materialisme?

C.     Tujuan
1.      Mengetahui sejarah munculnya aliran filsafat materialisme.
2.      Menjelaskan konsep pemikiran paham filsafat materialisme menurut Feuerbach dan Karl Marx.
3.      Mengetahui kritikan-kritikan terhadap aliran materialisme.






BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Munculnya Aliran Materialisme

Benih-benih materialisme sudah muncul sejak Yunani kuno. Sebelum muncul pernyataan-pernyataan filsafat idealistik, materialisme mengambil bentuk pada upaya untuk menyelidiki tentang alam sebagai materi. Kebanyakan filsuf bahkan percaya bahwa tidak mungkin ada sesuatu yang muncul dari ketiadaan. Materi-materi alam dipelajari secara habis-habisan, menghasilkan tesis filsafat tentang apa sebenarnya substansi yang menyusun alam kehidupan ini.[1]
Secara historis, bibit materialisme dapat ditelusuri dari ajaran Demokritos tentang atom. Demokritos mengatakan bahwa alam terdiri atas atom-atom yang tidak terbatas jumlahnya. Atom-atom itu tidak dapat dibagi-bagi, sangat utuh, dan homogen. Teori atom ini berbeda dengan teori-teori terdahulu. Kalau teori terdahulu masih mengakui faktor eksternal (cinta dan benci) yang menggerakkan empat anasir, yaitu api, udara, air, dan tanah. Dalam teori atom faktor eksternal itu tidak ada. Yang ada hanyalah faktor internal yaitu atom yang menggerakkan dirinya. Ajaran Demokritos kemudian dikembangkan oleh Lud-wig dan Karl Marx pada abad ke-19.

B.     Konsep Pemikiran Paham Aliran Materialisme Menurut Feuerbach dan Karl Marx

Pada abad pertama Masehi, paham materialisme tidak mendapat tanggapan yang serius. Bahkan pada abad pertengahan, orang menganggap asing terhadap paham ini. Pada zaman Aufklarung (pencerahan), materialisme mendapat tanggapan dan penganut di Eropa Barat. Pada abad ke-19 pertengahan, aliran materialisme tumbuh subur di Barat. Faktor yang menyebabkannya adalah paham materialisme mempunyai harapan-harapan yang besar atas hasil-hasil ilmu pengetahuan alam. Selain itu, paham ini tidak memerlukan dalil yang muluk-muluk dan abstrak, juga teorinya jelas berpegang pada kenyataan yang jelas dan mudah dimengerti.[2]
Materialisme jelas tidak akan bisa mati karena hidup ini sangat nyata (material), di mana manusia terus saja mengembangkan diri dalam ranah material. Abad kegelapan yang didominasi agama yang menggelapkan kesadaran jelas tak dapat membendung perkembangan material, yaitu teknologi yang merupakan alat bantu manusia untuk mengatasi kesulitan-kesulitan material dan memudahkan memahami alam. 
Tokoh-tokoh aliran materialisme dimulai dari: 1. Anaximenes (585-528 SM) 2. Anaximandros (610-545 SM) 3. Thales (625-545 SM) 4. Demokritos (460-545 SM) 5. Thomas Hobbes (1588-1679 M) 6. Lamettrie (1709-1715 M) 7. Feuerbach (1804-1877 M) 8. H.Spencer (1820-1903 M) 9. Karl Marx (1818-1883 M). Di antara tokoh tersebut, Karl Marx menjadi tokoh sentral aliran materialisme dan memberikan pengaruh besar dalam aliran ini.
Menurut Feuerbach hanya alamlah yang berada, termasuk pula manusia. Segala usaha manusia didorong oleh nafsu alamiahnya, yakni dorongan untuk hidup. Oleh karena itu yang terpenting pada manusia bukan akalnya, melainkan usahanya sebab pengetahuan hanyalah alat untuk menjadikan segala usahanya berhasil. Kebahagiaan manusia dapat dicapai di dunia ini. Oleh sebab itu, agama dan metafisika harus ditolak.Agama muncul dari hakikat manusia, yaitu dari sifat egoismenya untuk mendapatkan kebahagiaan. Menurutnya, alam merintangi manusia dalam mendapatkan kebahagiaan. Oleh karenanya, manusia memiliki berbagai keinginan. Selain itu, manusia bukan semata-mata makhluk individual, melainkan makhluk generik. Yakni, dalam diri seseorang terdapat gambaran dari seluruh umat manusia. Dalam hal ini, manusia merupakan kemanusiaan hanya secara virtual karena dia mengasingkan dirinya atas nama Tuhan yang imajiner. Dengan demikian, agama adalah faktor yang mengasingkan manusia dari hakikat dirinya.
Walaupun demikian, Feuerbach tidak selalu melihat agama dariaspek negatifnya. Dia mengakui bahwa pengasingan religius memainkan peranan penting dan positif dalam evolusi manusia. Sebab, dengan perasingan religius manusia mencapai kesadaran akan dirinya. Tanpa ada gambaran ganda tentang dirinya yang disebabkan oleh proses pengasingan tersebut, manusia akan tetap terkungkung dalam identitasnya yang kabur. Dalam hal ini, Feuerbach mengakui bahwa agama merupakan salah satu dari kategori fundamental jiwa manusia. Akan tetapi kekuasaan Tuhan dan para dewa telah berlangsung cukup lama. Manusia sudah cukup dewasa mengakhiri pengasingan ini untuk memperoleh kembali totalitas hakikat dirinya.[3]
Tokoh materialisme yang paling menonjol dan berpengaruh setelah Feuerbach adalah Karl Marx. Marx mendukung gagasan Feuerbach tentang segala sesuatu adalah alam, termasuk manusia. Menurutnya, manusia harus dibedakan dengan binatang sebab dia adalah makhluk yang bermasyarakat, dilibatkan dalam proses produksi, dan dalam hubungan kerja serta pemilikan.
Selain itu dia juga berpendapat tentang agama, bahwasanya agama merupakan hasil proyeksi pikiran dan keinginan manusia. Keinginan itu berasal dari berasal dari interaksi manusia dalam masyarakat. Gagasan tentang agama adalah hasil untuk masyarakat tertentu. Jika seseorang membicarakan manusia tidak dapat melewati pendekatan abstraksi, tetapi harus melewati pendekatan yang konkret yaitu dunia manusia yang terdiri atas masyarakat dan negara. Negara dan masyarakat inilah yang menuntut Marx menghasilkan agama.
Struktur kekuasaan menuntut adanya pihak penguasa dan yang dikuasai (kaum buruh). Menurut Marx, struktur kekuasaan dibangun atas kekuasaan politis dan ideologis. Negara menunjang struktur politik, sedangkan agama menunjang struktur ideology. Selanjutnya, Marx berpendapat bahwa struktur kekuasaan ekonomi menentukan struktur kekuasaan ideology dan politik. Artinya, negara dan pemerintahan adalah perpanjangan tangan dari kepentingan kaum pemilik (kapitalis), sedangkan agama, moralitas, dan nilai-nilai budaya ditentukan oleh pandangan kelas atas. Pemerintah jarang menjadi wasit yang netral dan wakil yang seimbang bagi seluruh struktur masyarakat, tetapi lebih mengutamakan kaum pemilik. Di satu sisi, agama bagi kelas elite dijadikan alat legitimasi untuk mempertahankan ketidakadilan dan menanamkan moralitas sesuai dengan kepentingan mereka.
Agama -demikian Marx- merupakan perwujudan imajiner dari hakikat manusia karena hakikatnya belum memiliki realitas yang sejati. Di pihak lain, penderitaan religius merupakan suatu pengungkapan penderitaan yang nyata dan sekaligus suatu protes terhadap penderitaan yang nyata tersebut. Dengan demikian, agama merupakan tumpuan keluhan bagi makhluk yang dibebani oleh ketidakbahagiaan. Agama adalah candu bagi masyarakat.[4]
Tampaknya kritikan dan celaan Feuerbach dan Marx memiliki dasar yang sama, yaitu humanism. Manusia harus dikembalikan ke asalnya yang sejati. Menurut Feuerbach, manusia dewasa harus melepaskan khayalan keagamaan agar mampu mencapai kesejatian dirinya. Adapun Marx memandang manusia sebagai makhluk sosial yang terkungkung oleh struktur sosial sehingga dia tidak menemukan kesejatian dirinya dalam struktur tersebut. Dengan menghilangkan struktur sosial dan kelas-kelas dalam masyarakat, manusia kembali kea lam kesejatiannya yaitu masyarakat yang tanpa kelas dan akan hilang berbagai khayalan tentang janji-janji agama. Kritikan Feuerbach dan Marx terhadap agama tidak sedalam kritikannya terhadap teori ekonomi dan ilmu lain.
Pada era pencerahan (Renaissance), tidak ada perkembangan pemikiran yang tak disebabkan oleh dinamika material-ekonomi. Era tersebut merupakan era transisi dari masyarakat pertanian menuju sistem komersial-kapitalis. Uang logam sebagai pengganti barter mulai digunakan dan inilah yang mempercepat perdagangan. Ciri-ciri lainnya adalah sebagai berikut:
1.      Muncul kelas pedagang, kelas borjuis yang kian bertambah dan menjadi pilar perekonomian yang mengarah pada industrialisasi.
2.      Munculnya penemuan-penemuan baru dan datangnya teknologi-teknologi baru. Selain itu, pengetahuan geografi juga mulai muncul.
3.      Minat ke arah intelektual dan budaya kian meningkat. Minat pada etika, metafisika , dan teologi kian berkurang.
Materialisme menganggap bahwa persepsi, ide, pandangan, dan teori kita merupakan refleksi, bayangan dari yang menyimpang melalui praktik. Praktik adalah kriteria kebenaran karena ia mendasari pengetahuan tentang realitas dan karena hasil dari proses kognitif direalisasikan dalam aktivitas material, objektif manusia. Marx menandaskan bahwa praktik adalah satu-satunya kriteria objektif dari kebenaran sejauh hal itu merepresentasikan bukan hanya mental manusia, namun juga keterkaitan manusia yang ada secara objektif dengan dunia alam dan sosial yang melingkupi diri manusia.[5]

C.     Kritikan yang Menentang Aliran Materialisme[6]
Pada masa ini, banyak kritikan muncul dari kalangan ulama-ulama Barat yang menentang materialisme. Adapun kritik yang disampaikan adalah sebagai berikut:
1.      Materialisme menyatakan bahwa alam wujud ini terjadi dengan sendirinya dari khaos (kacau balau). Menurut Hegel, kacau balau yang mengatur bukan lagi kacau balau namanya.
2.      Materialisme menerangkan bahwa segala peristiwa diatur oleh hukum alam, padahal hakikatnya hukum alam adalah perbuatan rohani juga.
3.      Materialisme mendasarkan segala kejadian dunia dan kehidupan pada asal benda. Padahal dalil itu menunjukkan adanya sumber dari luar alam, yaitu Tuhan.
4.      Materialisme tidak sanggup menerangkan suatu kejadian rohani yang paling mendasar.




















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Materialisme mengambil bentuk pada upaya untuk menyelidiki tentang alam sebagai materi. Kebanyakan filsuf bahkan percaya bahwa tidak mungkin ada sesuatu yang muncul dari ketiadaan. Materi-materi alam dipelajari secara habis-habisan, menghasilkan tesis filsafat tentang apa sebenarnya substansi yang menyusun alam kehidupan ini. Di antara beberapa tokoh materialisme, Karl Marx merupakan tokoh yang paling menonjol.
B.     Saran
Tentu dalam penulisan makalah ini banyak kekurangannya, oleh karena itu  kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan agar makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Setelah kita mengetahui tentang aliran materialism di atas, kita semakin bertambah pengetahuan, maka dari itu agar pengetahuan kita bermanfaat mari kita sama-sama mengamalkan pengetahuan yang kita peroleh agar bermanfaat bagi orang lain dan khususnya  untuk diri kita sendiri.





[1]Nurani Soyomukti, Pengantar Filsafat Umum, h.280
[2]Dedi Supriyadi dan Mustofa Hasan, Filsafat Agama, h.135
[3]Ibid., h.138
[4]Ibid., h.140
[5]Nurani Soyomukti, Pengantar Filsafat Umum, h.283
[6]Dedi Supriyadi dan Mustofa Hasan, Filsafat Agama, h.136

1 komentar:

  1. Casino & Sportsbook - Hollywood Casino, FL
    The best live betting experience on the Strip. 먹튀 검증 먹튀 랭크 Featuring exciting live odds, the widest variety of games 블랙 잭 룰 and a wide 텐벳먹튀 array of entertainment choices. 포커디펜스

    BalasHapus