BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam filsafat,
banyak sekali paham tentang konsep ketuhanan. Di antaranya ada yang
mengagungkan ada pula yang meragukan. Fakta sejarah menunjukkan bahwa paham
akan keyakinan kepada Tuhan dan keraguan bahkan menolak eksistensi Tuhan
tampaknya memiliki argumen-argumen tersendiri. Dari berbagai paham filsafat
yang meragukan dan menolak agama ada banyak sekali, salah satu di antaranya
yakni materialisme. Paham materialisme mengambil bentuk pada upaya untuk
menyelidiki tentang alam sebagai materi dan tidak mempercayai hal yang bersifat
metafisika, termasuk Tuhan. Untuk itu penting kiranya memperdalam mengenai
materialisme, agar dapat mengetahui secara pasti konsep paham aliran ini dan
tidak menjadikan sesat pemahaman.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
sejarah muncul aliran materialisme?
2.
Bagaimana
konsep pemikiran paham aliaran materialisme menurut Feuerbach dan Karl Marx?
3.
Bagaimana
kritikan yang menentang terhadap aliran materialisme?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui
sejarah munculnya aliran filsafat materialisme.
2.
Menjelaskan
konsep pemikiran paham filsafat materialisme menurut Feuerbach dan Karl Marx.
3.
Mengetahui
kritikan-kritikan terhadap aliran materialisme.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Munculnya Aliran Materialisme
Benih-benih materialisme sudah muncul sejak Yunani kuno. Sebelum
muncul pernyataan-pernyataan filsafat idealistik, materialisme mengambil bentuk
pada upaya untuk menyelidiki tentang alam sebagai materi. Kebanyakan filsuf
bahkan percaya bahwa tidak mungkin ada sesuatu yang muncul dari ketiadaan.
Materi-materi alam dipelajari secara habis-habisan, menghasilkan tesis filsafat
tentang apa sebenarnya substansi yang menyusun alam kehidupan ini.[1]
Secara historis, bibit materialisme dapat ditelusuri dari ajaran
Demokritos tentang atom. Demokritos mengatakan bahwa alam terdiri atas
atom-atom yang tidak terbatas jumlahnya. Atom-atom itu tidak dapat dibagi-bagi,
sangat utuh, dan homogen. Teori atom ini berbeda dengan teori-teori terdahulu.
Kalau teori terdahulu masih mengakui faktor eksternal (cinta dan benci) yang
menggerakkan empat anasir, yaitu api, udara, air, dan tanah. Dalam teori atom faktor
eksternal itu tidak ada. Yang ada hanyalah faktor internal yaitu atom yang
menggerakkan dirinya. Ajaran Demokritos kemudian dikembangkan oleh Lud-wig dan
Karl Marx pada abad ke-19.
B.
Konsep
Pemikiran Paham Aliran Materialisme Menurut Feuerbach dan Karl Marx
Pada abad pertama Masehi, paham materialisme tidak mendapat
tanggapan yang serius. Bahkan pada abad pertengahan, orang menganggap asing
terhadap paham ini. Pada zaman Aufklarung (pencerahan), materialisme mendapat
tanggapan dan penganut di Eropa Barat. Pada abad ke-19 pertengahan, aliran
materialisme tumbuh subur di Barat. Faktor yang menyebabkannya adalah paham
materialisme mempunyai harapan-harapan yang besar atas hasil-hasil ilmu
pengetahuan alam. Selain itu, paham ini tidak memerlukan dalil yang muluk-muluk
dan abstrak, juga teorinya jelas berpegang pada kenyataan yang jelas dan mudah
dimengerti.[2]
Materialisme jelas tidak akan bisa mati karena hidup ini sangat
nyata (material), di mana manusia terus saja mengembangkan diri dalam ranah
material. Abad kegelapan yang didominasi agama yang menggelapkan kesadaran
jelas tak dapat membendung perkembangan material, yaitu teknologi yang
merupakan alat bantu manusia untuk mengatasi kesulitan-kesulitan material dan
memudahkan memahami alam.
Tokoh-tokoh aliran materialisme dimulai dari: 1. Anaximenes
(585-528 SM) 2. Anaximandros (610-545 SM) 3. Thales (625-545 SM) 4. Demokritos
(460-545 SM) 5. Thomas Hobbes (1588-1679 M) 6. Lamettrie (1709-1715 M) 7.
Feuerbach (1804-1877 M) 8. H.Spencer (1820-1903 M) 9. Karl Marx (1818-1883 M).
Di antara tokoh tersebut, Karl Marx menjadi tokoh sentral aliran materialisme
dan memberikan pengaruh besar dalam aliran ini.
Menurut Feuerbach hanya alamlah yang berada, termasuk pula manusia.
Segala usaha manusia didorong oleh nafsu alamiahnya, yakni dorongan untuk
hidup. Oleh karena itu yang terpenting pada manusia bukan akalnya, melainkan
usahanya sebab pengetahuan hanyalah alat untuk menjadikan segala usahanya berhasil.
Kebahagiaan manusia dapat dicapai di dunia ini. Oleh sebab itu, agama dan
metafisika harus ditolak.Agama muncul dari hakikat manusia, yaitu dari sifat
egoismenya untuk mendapatkan kebahagiaan. Menurutnya, alam merintangi manusia dalam
mendapatkan kebahagiaan. Oleh karenanya, manusia memiliki berbagai keinginan.
Selain itu, manusia bukan semata-mata makhluk individual, melainkan makhluk
generik. Yakni, dalam diri seseorang terdapat gambaran dari seluruh umat
manusia. Dalam hal ini, manusia merupakan kemanusiaan hanya secara virtual
karena dia mengasingkan dirinya atas nama Tuhan yang imajiner. Dengan demikian,
agama adalah faktor yang mengasingkan manusia dari hakikat dirinya.
Walaupun demikian, Feuerbach tidak selalu melihat agama dariaspek
negatifnya. Dia mengakui bahwa pengasingan religius memainkan peranan penting
dan positif dalam evolusi manusia. Sebab, dengan perasingan religius manusia
mencapai kesadaran akan dirinya. Tanpa ada gambaran ganda tentang dirinya yang
disebabkan oleh proses pengasingan tersebut, manusia akan tetap terkungkung
dalam identitasnya yang kabur. Dalam hal ini, Feuerbach mengakui bahwa agama
merupakan salah satu dari kategori fundamental jiwa manusia. Akan tetapi
kekuasaan Tuhan dan para dewa telah berlangsung cukup lama. Manusia sudah cukup
dewasa mengakhiri pengasingan ini untuk memperoleh kembali totalitas hakikat
dirinya.[3]
Tokoh materialisme yang paling menonjol dan berpengaruh setelah
Feuerbach adalah Karl Marx. Marx mendukung gagasan Feuerbach tentang segala
sesuatu adalah alam, termasuk manusia. Menurutnya, manusia harus dibedakan
dengan binatang sebab dia adalah makhluk yang bermasyarakat, dilibatkan dalam
proses produksi, dan dalam hubungan kerja serta pemilikan.
Selain itu dia juga berpendapat tentang agama, bahwasanya agama
merupakan hasil proyeksi pikiran dan keinginan manusia. Keinginan itu berasal
dari berasal dari interaksi manusia dalam masyarakat. Gagasan tentang agama
adalah hasil untuk masyarakat tertentu. Jika seseorang membicarakan manusia
tidak dapat melewati pendekatan abstraksi, tetapi harus melewati pendekatan
yang konkret yaitu dunia manusia yang terdiri atas masyarakat dan negara.
Negara dan masyarakat inilah yang menuntut Marx menghasilkan agama.
Struktur kekuasaan menuntut adanya pihak penguasa dan yang dikuasai
(kaum buruh). Menurut Marx, struktur kekuasaan dibangun atas kekuasaan politis
dan ideologis. Negara menunjang struktur politik, sedangkan agama menunjang
struktur ideology. Selanjutnya, Marx berpendapat bahwa struktur kekuasaan
ekonomi menentukan struktur kekuasaan ideology dan politik. Artinya, negara dan
pemerintahan adalah perpanjangan tangan dari kepentingan kaum pemilik
(kapitalis), sedangkan agama, moralitas, dan nilai-nilai budaya ditentukan oleh
pandangan kelas atas. Pemerintah jarang menjadi wasit yang netral dan wakil
yang seimbang bagi seluruh struktur masyarakat, tetapi lebih mengutamakan kaum
pemilik. Di satu sisi, agama bagi kelas elite dijadikan alat legitimasi untuk
mempertahankan ketidakadilan dan menanamkan moralitas sesuai dengan kepentingan
mereka.
Agama -demikian Marx- merupakan perwujudan imajiner dari hakikat
manusia karena hakikatnya belum memiliki realitas yang sejati. Di pihak lain,
penderitaan religius merupakan suatu pengungkapan penderitaan yang nyata dan
sekaligus suatu protes terhadap penderitaan yang nyata tersebut. Dengan
demikian, agama merupakan tumpuan keluhan bagi makhluk yang dibebani oleh
ketidakbahagiaan. Agama adalah candu bagi masyarakat.[4]
Tampaknya kritikan dan celaan Feuerbach dan Marx memiliki dasar
yang sama, yaitu humanism. Manusia harus dikembalikan ke asalnya yang sejati.
Menurut Feuerbach, manusia dewasa harus melepaskan khayalan keagamaan agar
mampu mencapai kesejatian dirinya. Adapun Marx memandang manusia sebagai
makhluk sosial yang terkungkung oleh struktur sosial sehingga dia tidak
menemukan kesejatian dirinya dalam struktur tersebut. Dengan menghilangkan
struktur sosial dan kelas-kelas dalam masyarakat, manusia kembali kea lam
kesejatiannya yaitu masyarakat yang tanpa kelas dan akan hilang berbagai
khayalan tentang janji-janji agama. Kritikan Feuerbach dan Marx terhadap agama
tidak sedalam kritikannya terhadap teori ekonomi dan ilmu lain.
Pada era pencerahan (Renaissance), tidak ada perkembangan
pemikiran yang tak disebabkan oleh dinamika material-ekonomi. Era tersebut
merupakan era transisi dari masyarakat pertanian menuju sistem
komersial-kapitalis. Uang logam sebagai pengganti barter mulai digunakan dan
inilah yang mempercepat perdagangan. Ciri-ciri lainnya adalah sebagai berikut:
1.
Muncul kelas
pedagang, kelas borjuis yang kian bertambah dan menjadi pilar perekonomian yang
mengarah pada industrialisasi.
2.
Munculnya
penemuan-penemuan baru dan datangnya teknologi-teknologi baru. Selain itu,
pengetahuan geografi juga mulai muncul.
3.
Minat ke arah
intelektual dan budaya kian meningkat. Minat pada etika, metafisika , dan
teologi kian berkurang.
Materialisme menganggap bahwa persepsi, ide, pandangan, dan teori
kita merupakan refleksi, bayangan dari yang menyimpang melalui praktik. Praktik
adalah kriteria kebenaran karena ia mendasari pengetahuan tentang realitas dan
karena hasil dari proses kognitif direalisasikan dalam aktivitas material,
objektif manusia. Marx menandaskan bahwa praktik adalah satu-satunya kriteria
objektif dari kebenaran sejauh hal itu merepresentasikan bukan hanya mental
manusia, namun juga keterkaitan manusia yang ada secara objektif dengan dunia
alam dan sosial yang melingkupi diri manusia.[5]
C.
Kritikan yang
Menentang Aliran Materialisme[6]
Pada masa ini,
banyak kritikan muncul dari kalangan ulama-ulama Barat yang menentang
materialisme. Adapun kritik yang disampaikan adalah sebagai berikut:
1.
Materialisme
menyatakan bahwa alam wujud ini terjadi dengan sendirinya dari khaos
(kacau balau). Menurut Hegel, kacau balau yang mengatur bukan lagi kacau balau
namanya.
2.
Materialisme
menerangkan bahwa segala peristiwa diatur oleh hukum alam, padahal hakikatnya
hukum alam adalah perbuatan rohani juga.
3.
Materialisme
mendasarkan segala kejadian dunia dan kehidupan pada asal benda. Padahal dalil
itu menunjukkan adanya sumber dari luar alam, yaitu Tuhan.
4.
Materialisme
tidak sanggup menerangkan suatu kejadian rohani yang paling mendasar.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Materialisme
mengambil bentuk pada upaya untuk menyelidiki tentang alam sebagai materi.
Kebanyakan filsuf bahkan percaya bahwa tidak mungkin ada sesuatu yang muncul
dari ketiadaan. Materi-materi alam dipelajari secara habis-habisan,
menghasilkan tesis filsafat tentang apa sebenarnya substansi yang menyusun alam
kehidupan ini. Di antara beberapa tokoh materialisme, Karl Marx merupakan tokoh
yang paling menonjol.
B.
Saran
Tentu dalam penulisan
makalah ini banyak kekurangannya, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapkan agar makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Setelah kita
mengetahui tentang aliran
materialism di atas, kita semakin bertambah pengetahuan, maka dari
itu agar pengetahuan kita bermanfaat mari kita sama-sama mengamalkan
pengetahuan yang kita peroleh agar bermanfaat bagi orang lain dan
khususnya untuk diri kita sendiri.
Casino & Sportsbook - Hollywood Casino, FL
BalasHapusThe best live betting experience on the Strip. 먹튀 검증 먹튀 랭크 Featuring exciting live odds, the widest variety of games 블랙 잭 룰 and a wide 텐벳먹튀 array of 벳 entertainment choices. 포커디펜스