Sabtu, 04 Juni 2016

institut transvaluasi mas Ulil

Hebohnya Kehadiran Mas Ulil
Ulil Abshar Abdalla atau  yang  biasa disapa mas Ulil adalah salah seorang tokoh ternama Indonesia yang penuh kontroversional di kalangan banyak orang. Sebagian menganggapnya kafir karena ia salah satu anggota Jaringan Islam Liberal yang sebelumnya juga pernah aktif dalam organisasi Islam Nahdlatul Ulama. Selain itu, pemikirannya yang tak terbatas sehingga banyak yang beranggapan bahwa dia orang radikal. Tetapi itu semua hanyalah sebuah anggapan, salah dan benarnya seseorang hanya mutlak Tuhan yang mengetahui.
Sebuah kontroversi terjadi pula ketika Ulil akan diundang dalam ceramah ilmiah di kampus IAIN Tulungagung. Banyak pihak luar yang menghujat habis-habisan lewat sosial media ataupun omongan belaka. Padahal ceramah ilmiah tidak dilihat dari sudut pandang ketauhidan seseorang, melainkan dari segi keilmuannya. Akan tetapi banyak orang yang kurang paham terhadap hal tersebut dan memandangnya dari satu sisi, sehingga terjadi kontra terhadap undangan tersebut. Kampus adalah dunia intelektual, sehingga tidak ada salahnya mengundang tokoh siapa pun dalam berbagaia cara sebagai penambah wawasan keilmuan.
Tepat hari Rabu 25 Mei 2016, mas Ulil hadir di tengah-tengah mahasiswa IAIN Tulungagung untuk menyampaikan ceramah  agama Institut Transvaluasi yang bertempat di aula utama. Acara tersebut merupakan agenda rutin yang diselenggarakan oleh jurusan Filsafat Agama Fakultas Ushuluddin,  Adab dan Dakwah sejak dari satu tahun lalu. Tema yang diusung kali ini yakni Islam Jawa di dalam arus Islam Transnasional.
Ceramah agama kali ini berjalan dengan sangat baik dan berbeda dari acara-acara sebelumnya. Pada awalnya acara ini dicemaskan tidak dapat dilaksanakan sesuai yang direncanakan. Akan tetapi kehadiran mas Ulil justru malah mendapat apresiasi yang luar biasa dari mahasiswa, dosen maupun dari pihak luar yang ikut berpartisipasi. Aula utama IAIN Tulungagung yang biasanya tidak penuh oleh peserta ketika ada acara, kini justru malah membeludak sampai di luar ruangan. Hal ini memang tidak seperti apa yang dibayangkan sebelumnya dan menjadi kebanggaan tersendiri.
Acara yang dimulai pada pukul 9 tersebut berjalan penuh khidmat. Diawali doa sebagai pembuka acara, sambutan rektor yang menggelakkan tawa, ceramah mas Ulil, sesi tanya jawab oleh peserta, dan diakhiri penutup. Antusiasme peserta terhadap ceramah ini sungguh luar biasa. Semua peserta mendengarkannya dengan saksama dan tidak banyak peserta yang membuat forum sendiri. Begitu pula dengan mas Ulil yang menyampaikan materi dengan cermat dan begitu menarik.      Semua ia jelaskan segamblang mungkin sehingga mudah dipahami dan mengesankan.
Mengenai tema yang telah disuguhkan, rupanya materi tersebut salah satu bidang yang dikuasai oleh mas Ulil. Ia menyampaikan materi dengan mengutip salah satu buku pengarang Australia M.C. Riclaf yang berjudul mengIslamkan Jawa. Kehidupan Islam di Jawa dijelaskan secara runtut. Mulai dari sejarah masuknya Islam di tanah Jawa yang dibawa oleh para wali hingga masa reformasi sekarang ini. Seiring perkembangan zaman, Islam Jawa atau yang biasa disebut aliran kepercayaan semakin memudar diawali dengan masuknya budaya Islam dari Arab (Islam Transnasional). Di mana ajaran Islam Jawa berbeda dengan Islam Arab. Dalam Islam Jawa seseorang diajarkan terlebih dahulu mengenai haqiqat, thariqat, dan syari’at oleh para wali, tetapi Islam Arab justru kebalikannya yakni syari’at, thariqat, dan haqiqat. Selain agama Islam Arab, ada beberapa agama lain yang juga lebih mendominasi dari Islam Jawa dan diakui keberadaannya oleh negara. Hal tersebut terjadi karena agama yang diakui telah terstruktur organisasinya, sedangkan Islam Jawa tidak mempunyai organisasi yang terstruktur sebab mereka lebih mengutamakan hal mengenai kebathinan.Selainitu, maraknya kapitalisme di zaman modern ini juga menyebabkan Islam Jawa(aliran kepercayaan) semakin punah.
Tugas berat bagi orang Islam Jawa untuk bias membangkitkan kembali kejayaannya seperti awal masuknya Islam di Jawa seperti dulu. Mengenai permasalahan tersebut, ada organisasi Islam besar di Indonesia (NahdlatulUlama) yang mulai menggagas sebuah konsep untuk mengembalikan Islam pada era awal masuk dengan tema Islam Nusantara. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat menyadari bahwa Islam di Indonesia khususnya di Jawa ini bukanlah Islam di Arab. Mereka mempunyai budaya Islam tersendiri yang khas. Salah satunya asimilasi dan akulturasi budaya antara Islam dan Hindhu yang sudah menjadi keyakinan sebelum masuknya Islam. Hal itu ditanggapi mas Ulil dengan santai dan penuh guyonan. ”Untuk mengembalikan Islam pada era awal masuk di Jawa dengan mudah, maka alangkah baiknya kalau orang Islam Jawa berkolaborasi dengan orang Islam NU karena mereka mempunyai satu visi yang sama”, begitu ujarnya.
Usai ceramah yang ia sampaikan selesai, dibukalah sesi tanya jawab yang dipandu oleh pak Akhol Firdaus selaku Direktur Institut Transvaluasi. Sesi yang pertama, dibuka empat kesempatan penanya bagi peserta. Kemudian mas Ulil naik ke podium lagi untuk menjawab pertanyaan tersebut, karena ia lebih suka menyampaikannya dengan berdiri dari pada duduk. Sesudah menjelaskan panjang lebar jawaban ataspertanyaan-pertanyaan yang disuguhkan, mas Ulil kembali duduk di kursi depan podium yang telah disediakan. Berhubung waktu acara masih tersisa, maka dibuka kembali sesi pertanyaan yang kedua oleh pak Akhol dengan kesempatan tiga penanya. Setelah itu, mas Ulil naik lagi ke podium dengan guyonan “Kalau biasanya khutbah Jumat saja naik ke mimbar dua kali, ini bahkan sampai tiga kali”. Semua peserta tertawa mendengarkannya.

Akhirnya seluruh rangkaian acara telah usai dan kemudian peserta meninggalkan aula. Tetapi tidak semua langsung meninggalkan tempat tersebut, bahkan sebagian ingin langsung foto bersama terlebih dahulu dengan mas Ulil. Kehadiran mas Ulil yang semula dikhawatirkan mendapat kecaman dari pihak luar kampus, justru malah mendapat keroyokan dari peserta untuk diajak selfi bersama. Kehadiran mas Ulil kali pertama di Tulungagung ini memang sangat menghebohkan, sebab di satu sisi ada cemoohan di sisi lain justru apresiasinya luar biasa.

jumlah fi'liyah

اسم :   مطمئنة المنظرة
أ.قرأة
ب.الفرقة 1
اَلْعَرَبِيَةُ الْفَصِيْحَةُ وَأَثَرُهَا

نَشَأَتْ اَللُّغَةُ الْعَرَبِيَةُ فِيْ جَزِيْرَةِ الْعَرَبِ قَبْلَ اْلإِسْلاَمِ, وَكَانَ الْعَرَبُ قَبَا ئِلَ مُتَفَرِّقَةَ, وَكَانَتْ لِبَعْضِ الْقَبَائِلِ لَهْجَاتٌ خَاصَةٌ بِهَا. وَكَانَتْالاِخْتِلاَفَاتُ قَلِيْلَةً بَيْنَ تِلْكَ اللَهْجَاتِ. وَكَانَتْ لِلْعَرَبِ لُغَةٌ مُشْتَرِكَةٌ, هِيَ اَللُّغَةُ الْعَرَبِيَةُ الْفَصِيْحَةُ, لُغَةُ الشِّعْرِ وَالْخِطَابَةِ, الَتِيْ كَانَ الْعَرَبُ يَتَحَدِّثُوْنَ بِهَا. ثُمَّ جَاءَاْلإِسْلَامُ, وَأَنْزَلَ اللهُ الْقُرْآنَ الْكَرِيْمَ, بِاللُّغَةِ الْعَرَبِيَةِ الْفَصِيْحَةِ. قَالَ اللهُ تَعَالىَ : (إِنَّا اَنْزَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُوْنَ).                                     
أُعْطِىَ الْقُرْآنُ لْكَرِيْمُ بَعْضَ الْأَلْفَاظِ الْعَرَبِيَةِ الْقَدِيْمَةِ مَعَانِيْ جَدِيْدَةً, وَجَاءَبِأَسَالِيْبِ جَدِيْدَةٍ, لَمْ تَعْرِفْهَا الْعَرَبِيَةُ مِنْ قَبْلُ. وَكَانَ الْقُرْآنُ سَبَبًا فِيْ نَشْأَةِ عُلُوْمِ اللُّغَةِ الْعَرَبِيَةِ, كَالنَحْوِ وَالصَرْفِ, وَالْبَلَاغَةِ, وَالْعُلُوْمِ الْإِسْلَامِيَةِ, كَعِلْمِ التَّفْسِيْرِ وَالْحَدِيْثِ وَالْفِقْهِ وَغَيْرِهَا. أُثِرَتْ اللُغَةُ الْعَرَبِيَةُ فِيْ لُغَاتِ الشُعُوْبِ اْلِإسْلَامِيَةِ, كَالْفَارَسِيَّةِ وَاْلأَرْدِيَةِ وَالسَّوَاحِلِيَةِ, فَأَقْرَضَتْهَا كَثِيْرًا مِنَ الْأَلْفَاظِ, وَكُتُبٍ كَثِيْرٍ مِنْ تِلْكَ اللُغَاتِ بِالْحَرْفِ الْعَرَبِيْ. وَاِقْتَرَضَتْ لُغَاتُ أُخْرَى بَعْضَ الْأَلْفَاظِ الْعَرَبِيَةِ, مِثْلُ: الْإِنْجلِيْزِيَةِ وَالفَرَنْسِيَةِ وَالْإِسْبَانِيَةِ.







ت. ترجمة
Arab yang Fasih dan  Pengaruhnya

Bahasa Arab berkembang di jazirah Arab sebelum Islam, dan Arab mempunyai beberapa suku yang berbeda-beda, ada sebagian suku yang mempunyai lagam tertentu terhadap bahasa Arab. Ada sedikit perbedaan-perbedaan di antara lagam itu. Arab mempunyai bahasa yang saling berhubungan, seperti bahasa arab fasih, bahasa syi’ir dan pidato, yang mana bangsa Arab menggunakannya untuk percakapan. Kemudian Islam datang, dan Allah menurunkan Al-Qur’an yang mulia dengan bahasa Arab yang fasih. Allah berfirman : (Sesungguhnya kami telah menurunkan padanya Al-Qur’an dengan bahasa Arab supaya kamu semua memahami).
Sebagian Al-Qur’an yang mulia diberi beberapa lafadz Arab lama dengan makna yang baru, dan datang dengan uslub yang baru, yang mana bangsa Arab juga belum mengetahui sebelumnya. Adapun Al-Qur’an menjadi sebab dalam perkembangan ilmu-ilmu bahasa Arab, seperti nahwu dan shorof, balaghoh, dan beberapa ilmu islami seperti ilmu tafsir, hadits, fiqih, dan lain sebagainya.
Bahasa Arab berperan dalam beberapa bahasa bangsa Islam, seperti Persia, Ardiyah, Sawakhiliyah, maka penggunaannya banyak dari beberapa lafadz, dan banyak buku-buku dari beberapa bahasa tersebut menggunakan huruf Arab. Bahasa-bahasa yang lain sebagian juga menggunakan beberapa lafadz Arab , seperti : Inggris, Prancis, dan Isbani.









ج. قاعدة (جملة فعلية)
JUMLAH FI'LIYAH( الجملة الفعلية )

1.      Pengertian jumlah fi’liyah (kalimat verbal)
            Jumlah fi’liyah menurut bahasa terbagi menjadi dua kalimat, yaitu: jumlah yang artinya kalimat dan fi’liyah diambil dari kata fi’il dan ya’ nisbah yang artinya al-hads (kejadian, peristiwa). Sedangkan menurut istilah artinya kata yang menunjukkan suatu makna dan terikat dengan tiga masa yaitu masa lampau, sekarang dan yang akan datang. 
            Sedangkan menurut istilah jumlah fi’liyah adalah:
هي التي تبدأ بفعل وتكون مركبة من فعل وفاعل أو من فعل ونائب فاعل
Jumlah fi’liyah adalah kalimat yang dimulai (diawali) dengan fi’il (predikat) dan tersusun dari fi’il dan fa’il (subjek) atau fi’il(kata kerja) dan naibul al-fa’il.         
2.      Kaidah-kaidah tentang al-jumlah al-fi’liyah
Kaidah-kaidahnya terdiri dari fi’il dan fa’il yang terkadang membutuhkan maf’ul yang disebut sebagai fi’il muta’addi dan terkadang pula tidak membutuhkannya yang disebut sebagai fi’il laazim, karena maf’ul bukanlah syarat mutlak terbentuknya jumlah fi’liyah. Juga terdiri dari fi’il dan naibul fa’il, fi’ilnya dinamakan sebagai fi’il majhul (intransitive).
Fa’il (subjek) adalah isim yang terletak setelah fi’ilma’lum (kata kerja aktif) dan berfungsi sebagai pelaku kata kerja tersebut. Apabila fa’il berbentuk muannas (feminine), maka fi’il juga harus muannas. Begitu juga apabila berbentuk mutsanna (ganda) ataupun jamak (banyak) maka fi’il harus tetap mufrod (tunggal).       
3.      Pembagian jumlah fi’liyah dari segi waktunya
a)         Fi’il Madli
مَادَلَّ عَلىَ حَدَثٍ مَضَى وَانْقَضَى
        “Lafadz yang menunjukkan kejadian ( perbuatan ) yang telah berlalu”.
        Pembagian Fi’ilMādli terbagi menjadi dua bagian :
1)      Mādli Ma’lum (bentuk aktif),
contoh:
كَتَبَ   ; Telah menulis            فَتَحَ       ; Telah membuka
2)      Mādli Majhul (bentuk pasif),
contoh:  كُتِبَ; Telah ditulis                             فُتِحَ; Telah dibuka
b)         Fi’il Mudlari’
مَادَلَّ عَلَى حَدَثٍ يَقْبَلُ الْحَالَ وَالْإِسْتِقْبَالَ
“Lafadz yang menunjukkan kejadian (perbuatan) yang sedang berlangsung dan yang akan datang”.
Fi’il mudlari’ selalu diawali dengan salah satu huruf mudlara’ah yakni huruf  ا  -   ن   -ي  -   تdan disingkat menjadiاَنَيْتُ. Fi’il Mudhāri terbagi menjadi dua bagian:
1)      Fi’il Mudlāri Ma’lum (bentuk aktif), contoh: يَنْظُرُ    ; Akan / Sedang melihat
2)      Fi’il Mudlāri Majhul (bentuk pasif), contoh: يُنْظِرُ     ; Akan / Sedang dilihat
c)         Fi’il Amr
Fi’il Amr adalah kata keja dalam bentuk perintah, contoh;
اُكْتُبْ          ; Tulislah                                 اِفْتَحْ      ; Bukalah
4.      Karakteristik jumlah fi’liyah
1. Dalam Jumlah Fi'liyah, fa'il (subjek) terletak setelah fiil (kata kerja).
2.Kadang subjek jumlah fi’liyah jelas (zahir), kadang tersembunyi (mudmar). Mudmar
kadang-kadang wajib, kadang-kadang jaiz (boleh).

       تُسَافِرُ إِلَى جَاكَرْتَا بِالطَّائِرَةِ
       اِذْهَبْ إِلَى الْمَسْجِدِ
       يَشْتَرِى الْمُسَافِرُ تَذْكِرَةً إِلَى سُرَابَايَا ثُمَّ يَرْكَبُ الْقِطَارَ

3. Jumlah Fi’liyah dengan pelaku orang ketiga (gaib), kata kerjanya tetap tunggal walaupun
pelakunya lebih dari satu.

       ذَهَبَ التِّلْمِيْذَانِ إِلَى الْمَدْرَسَةِ
       صَلَّى الْمُسْلِمُوْنَ فِى الْمَسْجِدِ جَمَاعَةً
       تَعَلَّمَتْ اَلطَّالِبَاتُ فِى الْفَصْلِ

5.      Contoh-contoh jumlah fi’liyah
1.     Jumlah Fi’liyah yang dimulai dengan kata kerja bentuk lampau (fiil madli)         

       قَدْ تَقَدَّمَتْ وَسَائِلُ السَّفَرِ
       ذَهَبَ التِّلْمِيْذَانِ إِلَى الْمَدْرَسَةِ
       صَلَّى الْمُسْلِمُوْنَ فِى الْمَسْجِدِ جَمَاعَةً

2. Jumlah Fi’liyah yang dimulai dengan kata kerja bentuk sekarang (fiil mudlari’)

       يُشَاهِدُ الرُّكَّابُ الْمَنَاظِرَ الْجَمِيْلَةَ مِنْ خَلاَلِ النَّافِذَةِ
       يَسْتَخْدِمُ النَّاسُ الْحَيَوَانَاتِ فِى نَقْلِ بَضَائِعِهِمْ
       يَكْتُبُ التَّلاَمِيْذُ الدَّرْسَ

3.  Jumlah Fi’liyah yang dimulai dengan kata kerja perintah (fiil amr)

       اِحْتَرِمْ وَالِدَكَ
       شَاهِدُوْا أَيُّهَا الرُّكَّابُ الْمَنَاظِرَ مِنْ خِلاَلِ النَّافِذَةِ
       قُوْا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيْكُمْ نَارًا



hadits illat

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Kajian tentang hadits tidak terlepas dari namanya hadits ‘illat yang merupakan ilmu tersendiri dalam pembahasan hadits. Ilmu ini biasa disebut dengan ilmu ‘illalul hadits. Keberadaan ilmu ini sangat lah penting karena dengan mempelajari ilmu ini seseorang akan dapat mengetahui adanya kecacatan yang merusak keshahihan hadits. Dengan mengetahui sebab terjadinya ‘illat dalam hadits, seseorang tidak akan tersesat dalam mengamalkan hadits yang rusak dan lebih berhati-hati dalam mendalami sebuah hadits.
Untuk mengetahui lebih dalam tentang ilmu ‘illalul hadits, dalam makalah ini akan dijelaskan materi-materi tentang hadits ‘illat antara lain  pengertian hadits ‘illat, macam-macam dan contohnya, istilah-istilah di dalamnya, ziyadah al-tsiqah dan kitab-kitab yang membahas tentang hadits ‘illat.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian hadits ‘illat?
2.      Apa saja macam-macam dan contoh dari hadits ‘illat?
3.      Istilah-istilah apa yang terdapat dalam hadits ‘illat?
4.      Apa yang dimaksud dengan ziyadah al-tsiqah?
5.      Kitab apa saja yang membahas tentang hadits ‘illat?

C.     TUJUAN
1.      Mengetahui lebih dalam tentang pembahasan hadits ‘illat.
2.      Mengetahui kecacatan dalam hadits yang dapat merusak keshahihan hadits.
3.      Tidak salah dalam mengamalkan sebuah hadits.



BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian 'Illat
Hadits yang terkena illat dinamakan  mu'allal. Secara bahasa ia merupakan isim maf'ul dari lafadz a'alla. Ada juga para muhadditsin yang memberi nama ma'lul, akan tetapi pendapat ini lemah.          

العلة اصطلاحا ﻫﻮ اﻟﺤﺪﻳﺚ اﻟﺬﻱ اﻃﻠﻊ ﻓﻴﻪ ﻋﻠﻰ ﻋﻠﺔ ﺗﻘﺪﺡ ﻓﻲ ﺻﺤﺘﻪ، ﻣﻊ ﺃﻥ اﻟﻈﺎﻫﺮ اﻟﺴﻼﻣﺔ ﻣﻨﻬﺎ

Illat secara istilahadalah : Sebuah hadits yang di dalamnya terdapat cacat yang menodai keshahihan hadits, walaupun dari luar terlihat shahih.[1]Ini bisa diketahui dengan:
1)       Menyendirinya seorang perawi
2)       Adanya perbedaan dengan perawi lain
3)       Mengetahui kuat lemahnya kapasitas perawi
4)       Mengumpulkan seluruh sanad-sanad hadits tersebut.[2]       

2.      Macam-macam Illat dan Contohnya  
1)      Illat disebabkan kebohongan seorang rawi, atau kelalaiannya, atau buruknya hafalan dan lain-lain.
2)      Illat di sebabkan beberapa perbedaan akan tetapi tidak mencacatkan keshahihan hadits.[3](Mahmud al Thachan, Taisir Musthalah al Hadits)           
a.    Illat pada sanad yang menciderai sanad sekaligus matannya
Contoh hadits dari Ibn Juraij dari Musa ibn 'Uqbah dari Suhail ibn Shalih dari ayahnya dari Abu Hurairah r.a secara marfu'.
من جلس مجلسا  ﻛﺜﺮ ﻓﻴﻪ ﻟﻐﻄﻪ، ﻓﻘﺎﻝ ﻗﺒﻞ ﺃﻥ ﻳﻘﻮﻡ ﺳﺒﺤﺎﻧﻚ اﻟﻠﻬﻢ ﻭﺑﺤﻤﺪﻙ، ﻻ ﺇﻟﻪ ﺇﻻ ﺃﻧﺖ ﺃﺳﺘﻐﻔﺮﻙ ﻭﺃﺗﻮﺏ ﺇﻟﻴﻚ ﺇﻻ ﻏﻔﺮ ﻟﻪ ﻣﺎ ﻛﺎﻥ ﻓﻲ ﻣﺠﻠﺴﻪ
Yang benar dalamhadits ini adalah riwayat Wahib ibn Kholid al Bhahili dan Suhail dari Aun ibn Abdillah dari Abu Hurairah secara tidak marfu'. Al Bukhori menyatakan keunggulan hadits Wahib dan menjelaskan di dunia ini tidak ia ketahui sanad Ibn Juraij demikian kecuali hadits ini. Selanjutnya ia berkata: "kami tidak menyatakan bahwa Musa mendengar hadits ini dari Suhail.[4]
b.   Illat pada sanad dan tidak menciderai matannya.
Contoh: hadits dari Ibn Juraij dari Imran ibn Abi Anas dari Malik ibn Aus ibn al Hasan dari Abu Dzar, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda:
فى الإبل صدقتها وفى الغنم صدقتها وفى البقر صدقتها وفى البر صدقتها
At Turmudzi meriwayatkanya dalam kitabnya al 'Ilal al Kabir: saya bertanya pada Muhammad ibn Ismail al Bukhori tentang hadits ini. Ia menjawab, "Ibnu Juraij tidak mendengar hadits dari Imran ibn Abi Anas. Akan tetapi illat yang terdapat ini tidak merusak matan, karena matannya juga datang dari sanad lain yang shahih.
c.    Illat pada matan
Contoh: hadits dari Abdullah ibn Mas'ud, Rasulullah saw bersabda:
الطيرة من الشرك وما منا الا ولكن الله يذهبه بالتوكل
Sulaiman ibn Harb berkata: "Demikianlah yang aku dengar dari perkataan Abdullah ibn Mas'ud”.
Al Khaththabi berkata: kata wa maa minna illa artinya adalah dari setiap kita pasti dapat terkena tenung.' Namun beliau tidak melanjutkan ucapannya karena terhalang oleh kebencian terhadapnya. Jadi, beliau membuang kelanjutan hadits dan mengandalkan pemahaman orang yang mendengarnya.[5]
d.   Illat pada sanad dan matan
Contoh hadits yang dikeluarkan oleh al Nasa'i dan ibn Majah dari riwayat Baqiyyah daru Yunus dari al Zuhri dari Salim dari ibn Umar dari Nabi saw bersabda:
من ادرك من صلاة الجمعة وغيرها ركعة فقد ادركها
Abu Hatij al Razi berkata: hadits ini salah matan sekaligus sanadnya. Yang benar hadits ini dari al Zuhri dari Abu Salamah dari Abu dari Abu Hurairah dari Nabi saw:
من ادرك من صلاة ركعة فقد ادركها
Adapun kata min shalat al jumu'at wa ghairiha tidak terdapat dalam hadits ini dan hadits ini diriwayatkan dalam shahihaini dan lainnya.[6]
3.      Istilah-istilah dalam Hadits ‘Illat           

a)      Munkar: hadits yang diriwayatkan oleh orang yang banyak kesalahannya, atau jelas kefasikannya(cacat dalam amal, bukan cacat dalam i’tikad). Atau hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang tidaktsiqoh (dhaif).[7]
Secara bahasa  ia merupakan isim maf'ul dari fi'il madzi ankaara yang mempunyai arti diingkari.Secara istilah: para ulama' bisa mengetahuinya dengan dua hal:
1)      Hadits tersebut dengan sanad perawi yang banyak salahnya, banyak lupanya, dan tampak kefasikannya.
2)      Hadits tersebut diriwayatkan secara dhaif dan berbeda denga hadits yang diriwayatkan secara tsiqoh.
Kedua pendapat ini merupakan penuturan dari al Hafidz Ibn Hajar al 'Asqolani. Dari keterangan diatas, hadits munkar ini termasuk hadits dha'if jiddan.[8]
b)      Syadz: hadits yang diriwayatkan oleh orang yang maqbul menyalahi riwayat orang  yang lebih rajih, karena mempunyai kelebihan dari sisi kedhabitan.[9]  
c)      Mudraj : hadits yang tedapat pada sanadnya suatu tambahan dari luar yang bukan dari hadits itu sendiri.            
1)      Mudraj Isnad : Susunan sanadnya berubah, hal ini terjadi karena seorang rawi meriwayatkan dua hadits dengan dua sanad. Kemudian datang seorang rawi menerima hadits itu dari yang pertama, lalu meriwayatkan hadits itu dengan satu sanad saja, atau diamemasukkan kedalam hadits yang pertama sebagian dari hadits yang kedua.
      Contoh: Seorang syeikh sedang meriwayatkan hadits, lalu karena sesuatu hal mengalihkan pembicaraannya kepada suatu yang diluar sanadnya, tapi si pendengar menyangka bahwa yang tersebut itu termasuk silsilah sanad atau sambungan hadits maka iapun meriwayatkan kepada orang lain sesuai dengan apa yang ia dengar.
2)      Mudraj Matan : perkataan yang disisipkan kedalam matan tanpa adanya pemisah. Mudraj matan ada kalanya di pangkal hadits, di pertengahan atau di akhir hadits.[10]           
      Hukum menggunakan hadits mudraj ini para ulama' muhadditsin, fuqaha' danlain-lain sepakat atas keharaman hadits tersebut. Akan tetapi, di perbolehkan untuk menafsiri hadits gharib. Seperti yang di lakukan oleh imam al Zahri dan lainnya. [11]

d)     Mudltharib : hadits yang diriwayatkan seorang rawi dengan jalan yang berbeda-beda, yang tidak mungkin dapat digabungkan atau ditarjih.Mudltharib dibagi menjadi dua :
1)      Mudltharib sanad
Abu Bakar berkata: “Ya Rasulullah aku perhatikan engkau sudah berubah! “ jawab Rasulullah “yang menyebabkan aku berubah adalah surat Hud dan saudara-saudaranya.
Hadits ini termasuk mudtharib karena menurut Daruqutni hadits ini hanya diriwayatkan dari jalan Abu Ishaq as-Suba’i dan ikhtilaf padanya lebih sari sepuluh  masalah. Ada yang meriwayatkannya secara mursal, ada yang meriwayatkannya secara mausul, ada yang menjadikannya dari musnad Abu Bakar, ada yang menjadikannya dari Sa’ad dan ada pula yang yang menjadikannya dari musnad Aisyah, semua perawi-perawinya kepercayaan, tidak mungkin ditarjihkan.       
2)      Mudltharib Matan
Contoh :
ان فى المال لحاقا سوى الزكاة
ليس فى المال حق سوى الزكاة
Lafadz yang pertama menyebutkan adanya kewajiban harta yang lain selain zakat, sedangkan lafadz yang kedua menafikkannya. Karenanya hadits itu dipandang hadits mudlhtarib karena berlawanan, padahal yang meriwayatkannya orang sama.[12]



4.      Ziyadah al Tsiqah
Ziyadah al tsiqah adalah hadits yang terdapat padanya tambahan lafadz dari sebagian perawi yang tsiqah, sedang hadits itu diriwayatkan juga oleh perawi lain. Ibnu Shalah telah membagi ziyadah al-tsiqah dan diikuti oleh Imam Al-Nawawi, bila ditinjau dari sudut sah dan tidaknya, dibagi menjadi tiga bagian:
1)      Tambahan yang tidak bertentangan dengan riwayat para perawi yang tsiqah. Bagian ini hukumnya sah atau maqbul (diterima).
2)      Tambahan yang bertentangan dengan riwayat para perawi yang tsiqah dan tidak mungkin untuk dikumpulkan antara keduanya, dimana jika diterima salah satunya maka ada yang tertolak di riwayat lain, maka bagian ini di tarjih antara riwayat tambahan dan riwayat yang menentangnya. Yang kuat atau rajih diterima, sedangkan yang marjuh atau lemah ditolak.
3)      Tambahan yang di dalamnya terdapat semacam pertentangan dari riwayat para perawi yang tsiqah, seperti mengikat (taqyid) yang mutlaq, atau mengkhususkan (takhshish ) yang umum, maka pada bagian ini hukumnya sah dan diterima.[13]
Contoh Al-Ziyadah Lafadz pada Matan
1)      Contoh tambahan yang tidak terdapat pertentangan:
Diriwayatkan Muslim dari jalan Ali bin Mushir, dari Al-A’masy, dari Abi Razin dan Abi Shalih, dari Abi Hurairah radliyallaahu ‘anhu, dari tambahan lafadz: “falyuriqhu” artinya: “maka hendaklah ia buang isinya”; dalam hadits tentang jilatan anjing. Semua ahli hadits dari para murid Al-A’masy tidak ada yang menyebut lafadz tersebut. Yang mereka riwayatkan adalah:
"ﺇﺫا ﻭﻟﻎ اﻟﻜﻠﺐ ﻓﻲ ﺇﻧﺎء ﺃﺣﺪﻛﻢ ﻓﻠﻴﻐﺴﻠﻪ ﺳﺒﻊ ﻣﺮاﺭ"
“Apabila anjing menjilat di bejana salah seorang dari kamu, maka hendaklah ia cuci bejana itu tujuh kali”. Maka tambahan kalimat: "falyuriqhu" adalah riwayat dari Ali bin Mushar sendirian, sedangkan dia adalah seorang yang tsiqah; maka diterima haditsnya (karena tidak ada pertentangan antara riwayat dengan tambahan dengan riwayat tanpa tambahan).
2)      Contoh tambahan yang terdapat perselisihan, seperti tambahan "yaumu 'arofah" yang terdapat pada hadits yang berbunyi:
"ﻳﻮﻡ ﻋﺮﻓﺔ ﻭﻳﻮﻡ اﻟﻨﺤﺮ ﻭﺃﻳﺎﻡ اﻟﺘﺸﺮﻳﻖ ﻋﻴﺪﻧﺎ ﺃﻫﻞ اﻹﺳﻼﻡ، ﻭﻫﻲ ﺃﻳﺎﻡ ﺃﻛﻞ ﻭﺷﺮﺏ"
“Hari Arafah, hari berkorban dan hari tasyriq, hari raya kita orang Islam, adalah hari raya makan dan minum”. Hadits ini dilihat dari semua jalannya adalah tanpa kalimat "yaumu 'arofah". Dan tambahan ini hanya terdapat pada riwayat Musa bin Ali bin Rabbah, dari bapaknya, dari ‘Uqbah bin ‘Amir dan tambahan ini telah ditarjihkan oleh Imam Tirmidzi, Abu Dawud dan lain-lain.
3)      Tambahan yang di dalamnya terdapat jenis yang saling meniadakan dari para perawi tsiqah atau yang lebih tsiqah.
Contohnya adalah: hadits yang diriwayatkan oleh Muslim melalui jalur Abi Malik al- Asyja’i dari Rib’i dari Hudzaifah, yang berkata: “Rasulullah saw. bersabda:
" ... ﻭﺟﻌﻠﺖ ﻟﻨﺎ اﻷﺭﺽ ﻛﻠﻬﺎ ﻣﺴﺠﺪا، ﻭﺟﻌﻠﺖ ﺗﺮﺑﺘﻬﺎ ﻟﻨﺎطهورا"
"dan telah dijadikan bagi kita, bumi itu sebagai masjid, dan telah dijadikan bagi kita, debu itu suci.” Riwayat Abu Malik yang disertai tambahan kata “ turbatuha ” menyendiri, dan hal itu tidak pernah disebut-sebut oleh perawi lain. Mereka meriwayatkan hadits dengan redaksi:
"ﻭﺟﻌﻠﺖ ﻟﻨﺎ اﻷﺭﺽ ﻣﺴﺠﺪا ﻭﻃﻬﻮﺭا"
“Dan telah dijadikan bagi kita, bumi itu sebagai masjid dan suci.”[14]

5.      Kitab-kitab yang Masyhur dalam Pembahasan 'Illat
1.      Al ‘illal li ibni Madiniy           
2.      ‘Illal al Hadits li ibni Abi Hatiim
3.      al ‘Illal wa Ma’rifati rijal
4.      al ‘Illal al Kabiir wa al ‘Illal ash Shagiir lit tirmidzi
5.      al ‘Illal al Waridah fil Ahaaditsin nabawiyah lid Daruqutni[15]
6.      al-Tarikh Wa al-'Illal' oleh Yahya bin Ma'in
7.      ’Illal al-Hadits oleh Ahmad bin Hanbal
8.      al-Musnad al-Mua'allal oleh Ibn Syaibah as-Sadusi


















BAB III
                                                      PENUTUP

A.    Kesimpulan
‘Illat adalah suatu cacat yangterdapat dalam sebuah hadits yang merusak ke-shahih-annya sedangkan tampakselamat dari luar, adapun hadits yang di dalamnya terdapat 'illat dinamakan hadits mu'allal.    
      'Illat dapat terjadi di matan dan sanad sebuah hadits, hanya orang yang benar-benar ahli yang dapat mengetahui 'illat sebuah hadits dengan mengumpulkan riwayat-riwayat lain dan membandingkan antara perawi hadits tersebut dalam kuat hafalan dan kedhabitannya.  

B.     Saran
Tentunya dalam penulisan makalah ini banyak kekurangannya, oleh karena itu  kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan agar makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Setelah kita mengetahui tentang hadits ‘illat di atas, kita semakin bertambah pengetahuan, maka dari itu agar pengetahuan kita bermanfaat mari kita sama-sama mengamalkan pengetahuan yang kita peroleh agar bermanfaat bagi orang lain dan khususnya  untuk diri kita sendiri





[1]taisir mustolah hadits, hal 125
[2]tadrib al rawi fi syarh taqrib al nawawi, hal 44
[3]taisir mustolah hadits, hal 126
[4]Ulum al hadits Dr. Nuruddin, hal 483
[5]ibid, hal 484
[6]ibid, 486
[7]taisir mustolah al hadits, hal 119
[8]taisir musthalah al hadist, hal, 121
[9]ibid, hal, 123
[10]ibid, hal, 131
[11]ibid, hal, 133
[12]ibid, hal, 141-143
[13]taisir musthalah al hadits, hal, 173
[14]taisir musthalah al hadits, hal 174
[15]ibid, hal, 129