Selasa, 03 Mei 2016

pulkam

Rindu Ibu
Hari ini adalah hari tepat jadwal perpulangan ma’had, Jum’at, 8 April 2016. Di mana hari itu merupakan hari yang dinanti-nanti banyak santri untuk segera berbondong-bondong pulang ke rumah. Entah sekedar hanya untuk mengobati rasa rindu kepada sanak family atau ada keperluan lain. Sebagai santri aktif ma’had, memang suatu keharusan agar selalu mematuhi segala macam aturan yang ada, termasuk perpulangan yang dijadwal dalam dua minggu sekali. Tidak begitu ketat menurutku jika dibanding dengan di pondokku waktu Madrasah Aliyah dulu.
Bagiku semester ini sangat jauh berbeda dengan semester sebelumnya. Sebab semester lalu aku bisa dibilang sangat jarang pulang, sedangkan dalam semester ini aku tidak pernah absen setiap kali perpulangan. Mungkin karena aku bosan dengan suasana ma’had yang begini-begini saja, terlebih lagi kalau waktu liburan, seakan menjadi pengangguran sukses yang gak jelas mau ngapain.
Kereta api menjadi sarana utama bagiku untuk sampai di kota kelahiranku, Blitar. Memang tidak begitu jauh sih, tapi ekonomisnya harga menjadi pilihan yang tepat untuk mahasiswa yang pas-pasan sepertiku. Selain itu, keamanan dan kenyamanan dalam kereta bernilai lebih jika dibanding dengan mengendarai bus. Belum lagi kalau pusing dan mabuk kendaraan karena ugal-ugalannya sopir bus. Jadi naik kereta lebih aku prioritaskan, kecuali jika ada suatu hal mendesak yang menuntutku untuk segera sampai di rumah.
Sebuah pemandangan berbeda aku temukan saat perjalanan pulangku kali ini, tepatnya di gerbong kereta penataran nomor tiga yang aku tumpangi. Ada seorang penumpang yang hebohnya luar biasa sampai membuatku serta penumpang lainnya merasa aneh dan cengar-cengir melihatnya. Seorang nenek perempuan berpenampilan barbie yang sangat genit, bahkan ngalahin gayanya anak muda. Semua orang heran melihat tingkah lakunya, tapi juga tak kuasa menahan tawa saat mendengar comelannya. Bahkan ada sebagian orang yang justru menanggapinya. Kalau menurutku nenek ini bisa dibilang mengalami gangguan jiwa, entah mungkin karena pengalaman masa lalunya yang kurang baik atau lingkungan hidup yang mempengaruhi psikisnya. Hal itu bisa dilihat dari omongannya yang ngawur dan enggak punya rasa malu sama sekali. Hingga akhirnya dia bilang tidak punya uang sepeserpun dan langsung meminta-minta pada semua penumpang yang ada dalam satu gerbong tersebut.
Selesai meminta-minta, nenek itu kembali menduduki tempatnya. Lagi-lagi dia bersikap tidak wajar seperti halnya orang normal. Dia melepas kerudung yang dipakainya dan mengalungkannya di leher seperti halnya memakai slayer. Kemudian dia memakai dobelan rok berwarna hijau di tempat duduknya itu. Sampai-sampai dua orang lelaki yang duduk di dekatnya merasa ilfeel dan berbalik arah membelakanginya. Semua orang tak lagi menanggapi dan membiarkan tingkah lakunya. Tidak lama kemudian, ada seorang perempuan datang menghampiri tempat duduk nenek tersebut. Dan ternyata kursi yang di duduki nenek itu bukanlah tempat duduk asli miliknya. Hingga akhirnya nenek itu pun pergi ke gerbong depan dan suasana kembali nyaman.
Tidak selang berapa lama, kereta sampai di stasiun yang aku tuju (Talun). Suasana nyaman mulai kurasa saat turun dari kereta, karena aku disambut oleh pemandangan indah yang tak pernah jenuh aku melihatnya. Hamparan tanaman hijau terbentang luas dan melambai-lambai seiring datangnya angin, seakan riang menyambut kedatanganku. Hal ini yang selalu membuat aku  rindu pada kota kelahiranku dan tak ingin meninggalkannya terlalu lama.
Jarak dari stasiun ke rumahku tidak begitu dekat. Butuh waktu sekitar dua puluh menit untuk tiba di kampung halaman. Tidak lama kemudian, ibuku datang menjemput mengendarai sepeda motor tua yang dibeli bapakku sekitar tujuh tahun silam. Rasa rinduku kini terobati setelah aku melihatnya tersenyum dan keadaannya baik-baik saja. Setelah itu, ganti aku yang menyetir untuk perjalanan pulang karena aku merasa takut dibonceng ibu yang masih kaku dalam mengendarai motor. Maklum, belajar naik motor di waktu tua emang gak bisa semaksimal anak muda.
Sesampainya di rumah, hati menjadi lebih senang karena disambut pula oleh seorang lelaki separuh abad berambut hitam putih yang tak lain adalah bapakku. Meskipun adikku belum terlihat karena masih sekolah. Bukan mereka saja yang aku rindukan, tapi juga masakan ibu yang khas dan enak. Hingga aku tak segan mengambil nasi dan lauk yang tersedia untuk segera mengisi perut. Setelah itu, aku beristirahat melepas lelah dengan berbaring di atas ranjang kecilku. Mengisi liburan bersama keluarga memang selalu menyenangkan bagiku dibanding pergi ke tempat wisata dengan teman. Sebab, di situlah aku mendapatkan tulusnya kasih sayang dari orang-orang yang sangat berharga dalam hidupku.


SEKIAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar