Selasa, 03 Mei 2016

makalah logika penalaran dan argumen

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Penalaran dan argumen merupakan suatu hal penting yang harus diperhatikan dalam proses berpikir. Karena penalaran termasuk bentuk-bentuk pemikiran yang tersusun sesudah pengertian dan proposisi. Tanpa penalaran yang struktural, maka seseorang bisa saja mengalami salah nalar dan tidak dapat berpikir dengan baik. Sedangkan argumen itu sendiri merupakan aktivitas pikiran yang abstrak simbolis dan berhubungan langsung dengan penalaran. Tanpa sebuah argumen, maka belum bisa dikatakan penalaran itu sempurna. Untuk itu penting bagi kita memperdalam dan memahami keduanya. Sebab dengan begitu kita akan terhindar dari kesalahan dalam bernalar, berargumen ataupun sesat pikir.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan penalaran?
2.      Apa yang dimaksud dengan argumen?

C.    Tujuan
1.      Mendeskripsikan pengertian dari penalaran dan memahami unsur yang terkandung di dalamnya.
2.      Mendeskripsikan pengertian dari argumen dan memahami unsur yang terkandung di dalamnya.






BAB II
PEMBAHASAN

A.    Penalaran
Penalaran merupakan konsep yang paling umum menunjuk pada salah satu proses pemikiran untuk sampai pada suatu kesimpulan sebagai pernyataan baru dari beberapa pernyataan lain yang telah diketahui.[1] Penalaran adalah bentuk tertinggi dari pemikiran, oleh sebab itu penalaran lebih rumit dibanding pengertian dan proposisi. Hakikat penalaran terlahir dari tutur bahasa makhluk yang berpikir. Secara sederhana penalaran dapat didefinisikan sebagai proses pengambilan kesimpulan berdasarkan proposisi-proposisi yang mendahuluinya. Jadi, penalaran adalah proses berfikir yang sistematik untuk memperoleh sebuah kesimpulan berupa pengetahuan. Penalaran juga merupakan proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi-proposisi yang sejenis. Dan berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut dengan menalar. Sebuah penalaran terdiri atas premis dan kesimpulan. Premis terdiri atas premis mayor dan premis minor.     
Contoh:     logam 1 dipanasi dan memuai,                                    (premis mayor)           
                  logam 2 dipanasi dan memuai , begitu seterusnya.     (premis minor)
                  Jadi, semua logam yang dipanasi memuai.                 (konklusi)
Unsur-unsur yang terdapat dalam penalaran meliputi berbagai hal, di antaranya yaitu dasar-dasar penalaran, prinsip-prinsip penalaran, kategori penalaran, dan hukum-hukum penalaran.
1.      Dasar-dasar penalaran
Dasar penalaran yang kedudukannya sebagai bagian langsung dari bentuk penalaran adalah pernyataan, karena pernyataan inilah yang digunakan dalam pengolahan dan perbandingan. Dasar-dasar penalaran merupakan suatu hal yang menjadi awal diadakannya proses berpikir sebelum adanya pernyataan, diantaranya adalah :
a.       Logika dan bahasa
Penalaran adalah kegiatan berpikir yang menggunakan logika. Kegiatan berpikir tidak mungkin dapat berlangsung tanpa bahasa. Jadi, penalaran senantiasa bersangkut paut dengan bahasa. Setiap orang yang menalar selalu menggunakan bahasa, baik bahasa yang digunakan dalam pikiran, bahasa yang diucapkan dengan mulut maupun bahasa tertulis. Dengan demikian, jelas bahwa bahasa merupakan alat bernalar. Bahasa juga merupakan tanda untuk mengungkapkan dan menyatakan apa yang kita pikirkan.[2] Selain itu, bahasa sangat penting dalam pembentukan penalaran ilmiah karena penalaran ilmiah mempelajari bagaimana caranya mengadakan uraian yang tepat dan sesuai dengan pembuktian-pembuktian secara benar dan jelas.
Dalam penalaran sebagai salah satu wujud pemikiran, bahasa merupakan bentuk yang tepat untuk menunjukkan langkah-langkah yang harus dilalui dalam penalaran itu. Kalimat berita di dalam logika dinamakan pernyataan. Pernyataan dalam logika ditinjau dari bentuk hubungan yang dikandungnya, maka pernyataan disamakan dengan proposisi walaupun ada sedikit perbedaan, namun pada umumnya sama.[3]

b.      Materi dan bentuk pikiran
Segala sesuatu yang ada senantiasa memiliki materi dan bentuk. Aristoteles menyebut materi itu dengan kata hyle dan bentuk dengan kata eidos atau morphe. Materi yang sama atau satu materi dapat memiliki bentuk yang berbeda-beda. Dapat pula bentuknya sama, tetapi materinya berbeda. Dengan demikian, jelas bahwa materi harus senantiasa memiliki bentuk, dan tidak mungkin ada bentuk tanpa materi.
Pikiran yang digunakan dalam penalaran dan yang diungkapkan lewat bahasa juga memiliki materi dan bentuk. Contohnya : kalau kita mengatakan bundar, materinya ialah isi dan arti kata itu sendiri, sedangkan bentuknya adalah positif. Akan tetapi, jika kita mengatakan tidak bundar, bentuknya adalah negatif. Apabila kita mengatakan semua bola adalah bundar, materinya adalah isi atau arti dari kalimat itu, sedangkan bentuknya disebut universal afirmatif.

2.      Prinsip-prinsip penalaran
Prinsip-prinsip penalaran (hukum dasar logika/ postulat universal penalaran) ialah kebenaran umum yang berlaku dalam bidang logika sebagai patokan berpikir atau kaidah pemikiran. Postulat universal penalaran ada empat jenis, tiga yang pertama dirumuskan oleh Aristoteles sedangkan keempat dirumuskan oleh Gottfried Wilhelm Leibniz, yaitu principium identitatis, principium contradictionis, principium exclusi tertii, dan principium rationis sufficientis.
a.       Principium identitatis (law of identity), yang berarti hukum kesamaan adalah kaidah pemikiran yang menyatakan bahwa sesuatu hanya sama dengan “sesuatu itu sendiri”. Jika sesuatu itu p, maka identik dengan p atau p adalah p. Dapat pula dikatakan, “jika p maka p dan akan tetap p”.
b.      Principium contradictionis (law of contradiction), yang berarti hukum kontradiksi adalah kaidah pemikiran yang menyatakan bahwa tidak mungkin sesuatu pada waktu yang sama adalah “sesuatu itu dan bukan sesuatu itu”. Yang dimaksud ialah mustahil ada suatu hal yang pada waktu yang bersamaan saling bertentangan. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa tidak mungkin p pada waktu yang sama adalah p dan bukan p.
c.       Principium exclusi tertii (law of excluded middle), yang berarti hukum penyisihan jalan tengah adalah kaidah yang menjelaskan bahwa sesuatu mestilah p atau bukan p dan tidak ada kemungkinan ketiga sebagai jalan tengah.
d.      Principium rationis sufficientis (law of sufficient reason), yang berarti hukum cukup alasan ialah kaidah yang melengkapi hukum kesamaan. Hukum cukup alasan menyatakan bahwa jika perubahan terjadi pada sesuatu, maka perubahan itu haruslah memiliki alasan yang cukup. Hal itu berarti bahwa tidak ada perubahan yang terjadi begitu saja tanpa alasan rasional yang memadai sebagai penyebab perubahan itu.[4]

3.      Kategori penalaran[5]
Penalaran dibedakan menjadi dua, yakni penalaran deduktif dan penalaran induktif.
a.       Penalaran deduktif yaitu proses penarikan kesimpulan bertitik tolak dari penyataan-pernyataan yang bersifat umum, dengan menarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penalaran deduktif konklusinya lebih sempit dari pada premis. Kesimpulan dalam penalaran deduktif bersifat analistis – tautologis sebab kesimpulan itu sudah termuat dalam titik pangkal pemikiran. Di sinilah penalaran deduktif bersifat sahih (kalau kesimpulannya diturunkan secara logis dari premis) atau tidak sahih (kalau kesimpulannya tidak diturunkan secara logis dari premis).
 Contoh:    Semua manusia akan mati    
Bambang adalah manusia     
Bambang akan mati               
b.      Penalaran induktif adalah proses penarikan kesimpulan yang umum (berlaku untuk semua) atas dasar pengetahuan tentang kasus-kasus individual (khusus). Penalaran induktif berkaitan erat dengan pengamatan inderawi (observasi) atas kasus-kasus sejenis lalu disusunlah pernyataan-pernyataan yang sejenis pula sebagai dasar untuk menarik kesimpulan yang berlaku umum. Penalaran induktif merupakan generalisasi sehingga kesimpulan itu pasti lebih luas dari premis atau titik pangkal pemikiran. Contoh:      Logam 1 memuai kalau dipanaskan               
                  Logam 2 memuai kalau dipanaskan
                  Logam 3 memeuai kalau dipanaskan, dst                  
                  Semua logam memuai kalau dipanaskan        

4.      Hukum-hukum penalaran[6]
Perlu dipahami bahwa “yang benar” tidak sama dengan “yang logis”. Yang benar adalah suatu proposisi. Sebuah proposisi itu benar kalau ada kesesuaian antara subyek dan predikat. Yang logis adalah penalaran. Suatu penalaran dinamakan logis kalau mempunyai bentuk yang tepat dan sebab penalaran itu sahih. Dengan asumsi bahwa bentuk penalaran itu sahih, maka hubungan kebenaran antara premis dan konklusi dapat dirumuskan dalam hukum-hukum penalaran sebagai berikut:
a.       Apabila premis benar, maka konklusi benar.
Contoh:     Setiap manusia akan mati
                  Ali adalah manusia
                  Jadi: Ali akan mati.
b.      Apabila konklusi salah, premisnya juga salah.
Contoh:     Semua manusia akan mati
                  Malaikat adalah manusia
                  Jadi: Malaikat akan mati.
Di sini konklusinya salah, sebab itu premisnya (kedua-duanya atau salah satunya) juga pasti salah. Premis mayor benar, premis minor salah sebab malaikat memang bukan manusia. Jadi konklusi salah karena premis minornya salah.
c.       Apabila premisnya salah, konklusi dapat benar atau dapat salah.
Contoh:     malaikat itu benda fisik
                  Batu itu malaikat
                  Jadi: batu itu benda fisik.
Di sini kedua premisnya salah, tetapi konklusinya benar
d.      Apabila konklusi benar, premis dapat benar dapat salah.
Contoh:     konklusi benar, premis salah seperti halnya hukum ketiga. Konklusi benar,
premis benar seperti halnya hukum yang pertama.

B.     Argumen
Argumen adalah alasan yang dikemukakan sebagai pernyataan untuk memperkuat atau menentang pendapat lawan. Selain itu juga bisa diartikan sebagai proses berpikir kritis.[7] Argumen merupakan sebuah pernyataan yang terbentuk dalam proses bernalar. Sebuah argumen dikatakan mempunyai kebenaran bentuk, bila konklusinya ditarik secara logis dari premis atau titik pangkalnya dengan mengabaikan isi yang terkandung dalam argumentasi tersebut. Yang harus diperhatikan di situ ialah penyusunan pertanyaan-pertanyaan yang menjadi premis atau dasar penyimpulan. Kalau susunan premis tidak dapat dijadikan pangkal atau dasar untuk menarik kesimpulan yang logis.   
Misalnya:  
Semua manusia adalah mortal.          
                   Semua raja adalah manusia.  
                   Jadi, semua raja adalah mortal.         
Susunan penalaran diatas adalah tepat sebab konklusinya diturunkan secara logis dari titik pangkalnya. Dengan demikian kalau penalaran yang tepat itu dikosongkan dari isinya dengan menghapus pengertian-pengertian di dalamnya dan menggantinya dengan tanda-tanda huruf terdapatlah pola penyusunan sebagai berikut:
                   Semua M adalah P.   
                   Semua S adalah M.   
                   Jadi, semua S adalah P.         
Pola susunan penalaran itu disebut bentuk penalaran. Penalaran dengan bentuk yang tepat disebut penalaran yang tepat atau sahih (valid). Semua penalaran, apa pun isi atau maknanya, asal bentuknya tepat, dapat dipastikan bahwa penalaran itu sahih. Jadi tanda-tanda M, P, dan S dapat diganti degan pengertian apa saja, asal susunan premis (yang dijadikan dasar penyimpulan) tepat dan konklusi sungguh-sungguh ditarik secara logis dari premis maka penalaran itu tepat atau sahih.
Sebuah argumen dikatakan mempunyai kebenaran isi apabila pernyataan-pernyataan yang membentuk argumen tersebut sesuai dengan kenyataan.        
Misalnya:   Semua binatang adalah makhluk hidup.        
                  Kucing adalah makhluk hidup.          
                  Jadi, kucing adalah binatang. 
Kalau kita sesuaikan dengan kenyataan, jelaslah bahwa isi dari tiga pertanyaan yang membentuk argumen di atas adalah benar (sesuai dengan kenyataan) dengan demikian argumen tersebut memiliki kebenaran isi. Namun, kalau kita teliti lebih lanjut, argumen tersebut sesungguhnya secara formal (menurut bentuknya) tidaklah sahih (valid). Karena konklusi yang ditarik tidak diturunkan dari pernyataan-pertanyaan yang menjadi titik pangkal pemikiran. Memang benar bahwa “Kucing adalah binatang” tetapi pernyataan (kesimpulan) itu tidak dapat ditarik dari fakta bahwa “Semua binatang adalah makhluk hidup” dan bahwa “Kucing adalah makhluk hidup”.
Argumen ilmiah mementingkan struktur penalaran yang tepat atau sahih (valid) sekaligus isi atau maknanya sesuai dengan kenyataan. Dengan kata lain, kebenaran suatu argumen dari segi bentuk dan isi adalah prasyarat mutlak “conditio sine qua non” dalam ilmu pengetahuan.[8] Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa secara apriori sebuah argumen memiliki empat kemungkinan yakni:
1.      Sahih dari segi bentuk tetapi tidak benar dari segi isi.           
Misalnya:         Manusia adalah binatang berkaki empat.       
                        Alibaba adalah manusia.        
                        Jadi, Alibaba adalah binatang berkaki empat.
2.      Tidak sahih dari segi bentuk, tetapi benar dari segi isi.         
Misalnya:         Semua ayam mempunyai kaki.           
                        Dadang bukanlah ayam.        
                        Jadi, Dadang mempunyai kaki.
3.      Sahih dari segi bentuk dan benar dari segi isi.           
Misalnya:         Kota yang terletak di sebelah utara Roma lebih sejuk dari pada Roma.       
                        London adalah kota yang terletak di sebelah utara Roma.    
                        Jadi, London lebih sejuk daripada Roma.
4.      Tidak sahih dari segi bentuk dna tidak benar dari segi isi.    
Misalnya:         Semua yang lebih ringan daripada batu mengambang dalam air.      
                        Air lebih ringan daripada batu.          
                        Jadi, batu mengambang dalam air.




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Penalaran adalah suatu proses berpikir yang menggunakan argumen, pertanya­an, premis atau aksioma untuk menentukan benar-salahnya suatu ke­simpulan. Penalaran bersifat logis, jika kesimpulan yang dihasilkan oleh argumen, pertanyaan, atau premis yang benar. Sebaliknya, kesimpulan yang dihasilkan dari argumen atau premis yang salah akan menghasilkan penalaran yang tidak logis. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa penalaran adalah proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan berdasarkan sejumlah informasi yang tersedia. Sedangkan argumen merupakan sebuah pernyataan yang terbentuk dalam proses bernalar. Penalaran itu berhubungan langsung dengan penyimpulan dan ar­gumen yang merupakan aktivitas pikiran yang abstrak simbolis. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa penalaran (argumen, penyimpulan) itu simbolnya bahasa. Pernyataan itu simbolnya kalimat. Dan, pengertian itu simbolnya kata.

B.     Saran
Tentu dalam penulisan makalah ini banyak kekurangannya, oleh karena itu  kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan agar makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Setelah kita mengetahui tentang penalaran dan argumen di atas, kita semakin bertambah pengetahuan, maka dari itu agar pengetahuan kita bermanfaat mari kita sama-sama mengamalkan pengetahuan yang kita peroleh agar bermanfaat bagi orang lain dan khususnya  untuk diri kita sendiri, serta dapat terhindar dari kesesatan dalam berfikir.





[1]Surajiyo, dkk, Dasar-dasar Logika, Cetakan ke V, PT. Bumi Aksara Jakarta, 2010, h.20.
[2]Jan Hendrik Rapar, Pengantar Logika, Cetakan ke V, Penerbit Kanisius Yogyakarta, 2000, h.16.
[3]Surajiyo, dkk, Dasar-dasar Logika, Cetakan ke V, PT. Bumi Aksara Jakarta, 2010, h.34.
[4]Jan Hendrik Rapar, Pengantar Logika, Cetakan ke V, Penerbit Kanisius Yogyakarta, 2000, h.18.
[6]Penalaran pdf, h.52, diunduh pada Kamis, 22 April 2016 pukul 14.00.

[7]Pius Partanto dan M.Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, Penerbit Arkola Surabaya, 2010, h.50.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar