BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Shalat
merupakan rukun Islam yang ke dua, di mana hal tersebut merupakan sebuah
kewajiban yang harus dijalani oleh setiap mukallaf. Kewajiban tersebut bukan
semata-mata untuk kepentingan orang lain ataupun Allah yang menjadi sesembahan
umat Islam, melainkan untuk diri manusia itu sendiri sebagai bukti kepatuhan
seorang hamba yang mengabdi kepada Tuhannya. Rukun Islam yang ke dua ini tidak
serta-merta dapat dilakukan dengan mudah, akan tetapi harus memenuhi rukun dan
syarat-syarat tertentu sebelum mengerjakannya, agar sholat seorang hamba bisa
sah dan diterima oleh Sang Kuasa. Selain itu ada juga tata cara dan
keistimewaan tersendiri dalam melaksanakannya. Hal ini merupakan pembahasan
penting dalam ilmu Fiqih yang berkaitan dengan ubudiyah, oleh karenanya bab ini
biasa terdapat di awal kitab setelah bab taharah yang merupakan salah satu
syarat sah untuk melaksanakan shalat.
Untuk mengetahui
lebih dalam mengenai shalat, maka dalam makalah ini akan dibahas pula secara
lengkap mulai dari definisi shalat, keistimewan, kewajiban, rukun shalat,
syarat shalat, azan dan iqamah, waktu melaksanakan shalat fardhu, shalat sunnat,
sujud syukur, sujud sahwi dan sujud tilawah, hukum meninggalkan shalat,
hukum-hukum imamah serta shalat bagi orang yang memiliki udzur.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian, keistemewaan, dan kewajiban shalat?
2.
Apa yang
dimaksud dengan adzan dan iqamat?
3.
Kapan
waktu melaksanakan shalat?
4.
Apa
saja syarat, rukun, dan hukum meninggalkan shalat?
5.
Apa
itu shalat sunnah?
6.
Apa
yang dimasud dengan sujud sahwi, sujud tilawah, dan sujud syukur?
7.
Bagaimana
hukum-hukum imamah?
8.
Bagaimana
shalat oranng yang memiliki udzur?
C.
Tujuan
1.
Mendeskripsikan
pengertian, keistimewaan, dan kewajiban dalam shalat.
2.
Menjelaskan
tentang adzan dan iqamat.
3.
Mengetahui
waktu melasanakan shalat fardlu.
4.
Menjelaskan
syarat, rukun dan hukum meninggalkan shalat.
5.
Mendefinisikan
tentang shalat sunnat.
6.
Menjelaskan
tentang sujud sahwi, sujud syukur dan sujud tilawah.
7.
Mengetahui
hukum-hukum imamah dalam shalat.
8.
Menjelaskan
tentang shalat orang yang memiliki udzur.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Definisi,
Keistimewaan, Dan Kewajiban Shalat
Makna shalat dalam pengertian bahasa Arab ialah “do’a memohon
kebajikan dan pujian”. Adapun pengertiannya menurut istilah yaitu : “Ucapan-ucapan
dan gerakan-gerakan yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri salam, dengan
syarat-syarat dan gerakan tertentu.” [1] Sedangkan
hakikat shalat itu sendiri adalah : “Berhadap hati (jiwa) kepada Allah, secara
yang mendatangkan takut kepadaNya, serta menumbuhkan di dalam jiwa rasa
keagungan kebesaranNya dan kesempurnaan kekuasaanNya.”[2]
Shalat bukanlah suatu pekerjaan yang tiada gunanya, melainkan suatu
ibadah yang memiliki banyak keistimewaan di antaranya :
Ø Shalat adalah fardlu yang mula-mula difardlukan dari
‘ibadat-‘ibadat badaniyah.
Ø Shalat merupakan tonggak agama Islam.
Ø Shalat lima waktu difardlukan di malam mi’raj dilangit.
Ø Shalat ialah akhir wasiat Nabi saw dan nabi-nabi yang lain.
Ø Shalat yakni permulaan amal yang dihisab di akhirat dan akhir
‘ibadat yang ditinggalkan umat di dunia.
Ø Shalat yaitu seutama-utama syi’ar Islam dan sekuat-kuat tali
perhubungan antara hamba dengan Allah.[3]
Kewajiban dalam
melaksanakan ibadah shalat sudah tertera dengan jelas baik dalam firman Allah maupun
sunnah Rasulullah. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 43 dan
surat Al-Ankabut ayat 45:
وأقيمواالصلاة واتواالزكاة
واركعوا مع الراكعين. (البقرة: 43)
“ Dan dirikanlah olehmu akan shalat, berikanlah olehmu akan zakat
dan ruku’ilah kamu beserta orang-orang yang ruku’.”
وأقم الصلاة إن
الصلاة تنهى عن الفحشاء والمنكر. (العنكبوت: 45)
“ Dan dirikanlah olehmu akan
shalat, karena sesungguhnya shalat itu menghalangi kita dari fahsya’
(kejahatan) dan dari munkar (pekerjaan yang buruk keji).”
Adapun hadits yang menjadi dasar diwajibkannya shalat yaitu :
بني الإسلام على خمس
: شهادة أن لاإله الا الله وأن محمدا رسول الله وإقام الصلاة وإيتاء الزكاة والحج
وصوم رمضان.
“Islam didirikan dari lima sendi : mengaku
bahwasannya tidak ada Tuhan yang sebenar-benarnya disembah melainkan Allah yang
Maha Esa, mengaku bahwasannya Muhammad itu pesuruhNya, mendirikan shalat,
mengeluarkan zakat, mengerjakan haji, dan berpuasa di bulan Ramadlan.”
(HR.Bukhary-Muslim dari Ibnu Umar)[4]
Yang dituntut
untuk mengerjakan shalat ialah orang Islam yang telah mukallaf, yakni mereka
yang telah baligh (dewasa) dan berakal, sebagaimana sabda Nabi saw :
رفع القلم عن ثلاثة :
عن النائم حتى يستيقظ, وعن الصبى حتى يحتلم, وعن المجنون حتى يعقل. (رواه احمد عن
عائشة)
Artinya : “Diangkat kalam (dibebaskan dari ketentuan hukum) dari
tiga golongan, yaitu dari orang yang sedang tidur sampai dia bangun, dari
anak-anak sampai ia dewasa, dan dari orang gila sampai dia sembuh.” (HR.Ahmad
dari ‘Aisyah)
Sedangkan
seorang anak yang sudah mumayyiz, yaitu anak yang sudah dapat membedakan antara
yang baik dengan yang buruk, yang bermanfaat dan tidak bermanfaat, jika
mengerjakan shalat maka sudah dipandang sah, meskipun ia belum diwajibkan untuk
mengerjakannya, karena pada dasarnya perbuatan hukum anak yang sudah
mumayyiz yang mendatangkan manfaat atau
kebaikan hukumnya adalah sah.[5]
B.
Adzan
dan Iqamat[6]
Adzan ialah
memberitahukan bahwa waktu shalat telah tiba dengan lafadz yang telah
ditentukan oleh syara’. Adzan dimaksudkan untuk memberitahukan bahwa waktu
shalat telah tiba dan menyerukan untuk melakukan shalat berjama’ah. Selain itu
untuk mensyiarkan agama Islam di muka umum.
Sedangkan
iqamat yaitu memberitahukan kepada para jama’ah agar siap berdiri untuk shalat
dengan lafadz yang ditentukan oleh syara’. Adzan dan iqamat hukumnya sunnat
menurut pendapat kebanyakan ulama. Tetapi sebagian ulama’ berpendapat bahwa
adzan dan iqamat itu adalah fardlu kifayah, karena keduanya menjadi syiar
islam. Adzan dan iqamat hanya disyariatkan untuk shalat fardlu saja, baik shalat berjamaah maupun munfarid. Adapun untuk
shalat-shalat sunnat tidak disunnatkan
adzan dan iqamat. Hanya bagi shalat sunnat kalau dilakukan dengan berjama’ah
disyariatkan hendaklah diserukan “ assalatal jami’ah (marilah shalat
berjama’ah)”.
Adapun syarat-syarat
adzan dan iqamat antara lain adalah :
1.
Orang
yang menyerukan adzan dan iqamat itu
hendaklah orang yang sudah mumayyiz.
2.
Hendaklah
dilakukan sesudah masuk waktu shalat, kecuali adzan Subuh boleh dikumandangkan
sejak tengah malam.
3.
Orang
yang adzan dan iqamat itu hendaklah orang Islam.
4.
Kalimat
adzan dan iqamat hendaklah berturut-turut, berarti tidak diselang dengan
kalimat yang lain atau diselang dengan berhenti lama.
5.
Tertib,
artinya kalimat-kalimatnya teratur.
C.
Waktu-waktu
Melaksanakan Shalat[7]
Shalat fardlu atau yang wajib dilaksanakan oleh tiap-tiap mukallaf
(orang yang telah baligh dan berakal)
ialah lima kali dalam sehari semalam.
1.
Shalat
Dzuhur
Awal waktunya adalah setelah tergelincir
matahari dari pertengahan langit. Akhir waktunya apabila bayang-bayang sesuatu
telah sama dengan panjangnya, selain dari bayang-bayang yang ketika matahari
menonggak (tepat di atas ubun-ubun).
2.
Shalat
Ashar
Permulaan waktunya yaitu di kala
bayangan sesuatu telah sepanjang badannya, yakni mulai dari berakhir waktu Dzuhur
dan akhirnya hingga waktu matahari masih bersih belum kuning. Dengan kuningnya
matahari, habislah waktu fadhilah dan ikhtiar bagi Ashar itu.
3.
Shalat
Magrib
Awalan waktu shalat Magrib dimulai
dari sempurna terbenam matahari dan akhir hilangnya syafaq merah (cahaya merah
di kaki langit sebelah barat).
4.
Shalat
Isya’
Waktunya mulai dari terbenamnya
syafaq merah dan akhirnya hingga separuh malam.
5.
Shalat
Shubuh
Permulaan waktu Shubuh ialah dari
terbit fajar shadiq (garis putih yang melintang dari selatan ke utara di kaki
langit sebelah timur) dan akhirnya hingga sempurna terbit matahari.
D.
Syarat-syarat,
Rukun, dan Hukum Meninggalkan Shalat
Syarat
shalat terdiri atas syarat wajib dan syarat sah yang harus dilakukan sebelum
shalat. Syarat-syarat wajib shalat lima waktu ialah :[8]
1.
Islam
Orang yang bukan Islam tidak
diwajibkan shalat, ia tidak dituntut mengerjakan shalat di dunia hingga ia
masuk Islam. Meskipun ia mengerjakan shalat tetap saja tidak sah, tetapi ia
akan mendapat siksaan di akhirat karena ia tidak mengerjakan shalat. Sedangkan
ia dapat mengerjakan shalat setelah ia masuk Islam terlebih dahulu. Jika orang
kafir masuk Islam, ia tidak diwajibkan mengqadla’ shalat sewaktu ia belum
Islam. Begitu juga puasa dan ibadah lainnya. Tetapi amal kebaikannya sebelum
Islam tetap akan mendapat ganjaran yang baik.
2.
Suci
dari haidl (kotoran) dan nifas
Nifas adalah kotoran yang berkumpul
tertahan sewaktu perempuan hamil.
3.
Berakal
4.
Baligh(dewasa)
Tanda-tanda orang yang sudah baligh
yaitu mimpi basah bagi laki-laki dan haidl bagi perempuan.
Syarat-syarat sah shalat diantaranya adalah :[9]
1)
Mengetahui
telah masuk waktu (mengerjakan shalat setelah diketahui waktunya telah masuk)
2)
Suci
dari hadats besar dan hadats kecil.
3)
Suci
badan, pakaian, dan tempat yang digunakan shalat dari najis
4)
Menutup
aurat
Aurat lelaki adalah anggota badan
antara pusar sampai dengan lutut kaki.
Sedangkan aurat wanita adalah seluruh badannya selain muka dan kedua
telapak tangan.
5)
Menghadap
qiblat
Para Ulama’ bersepakat menetapkan
bahwa wajib atas orang yang mengerjakan shalat hendaknya menghadap qiblat
(al-masjidil haram) sesuai firman Allah swt dan mengingat pula hadits yang
diriwayatkan oleh Muslim oleh al-Barra:
صلينا مع النبي ص م
ستة عشر شهرا أوسبعة عشر شهرا نحوبيت المقدس ثم صرفنا نحوالكعبة.
“Kami telah bershalat beserta Nabi saw 16 atau 17 tahun lamanya
menghadap ke Baitil Maqdis, kemudian kami diperintahkan menghadap kea rah
Ka’bah.”
Menghadap qiblat adalah suatu fardlu
dalam shalat, tidak digugurkannya melainkan dalam beberapa keadaan:
a.
Dalam
keadaan bershalat sunnat bagi orang yang berkendaraan (baik dalam hadlar maupun
dalam safar).
b.
Dalam
keadaan shalat dengan terpaksa, sedang sakit dan sedang ketakutan.
Rukun-rukun dalam shalat antara lain:[10]
1)
Niat
Asal makna niat adalah “menyengaja”
suatu perbuatan. Ini dinamakan ihtijari (kemauan sendiri, bukan dipaksa). Niat
pada syara’ (menjadi rukun shalat dan ibadah yang lain) yakni menyengaja suatu
perbuatan karena mengikuti perintah Allah supaya diridhaiNya.
2)
Berdiri
bagi orang yang kuasa
3)
Takbiratul
ihram (membaca takbir)
مفتاح الصلاة الوضوء
وتحريمها التكبير وتحليلهاالتسليم. (رواه أبو داود والترمذى)
“Kunci shalat itu wudlu, permulaannya takbir, dan penghabisannya
salam.” (HR.Abu Dawud dan Tirmidzi)
4)
Membaca
surat Al-Fatihah
لاتجزئ صلاة لمن لم
يقرأ بفاتحة الكتاب. (رواه الدارقطنى)
“Tidak sah shalat bagi orang yang tidak membaca surat Fatihah.”
(HR.Daruqutni)
5)
Rukuk
serta tuma’ninah
Rukuk bagi orang yang shalat berdiri
sekurang-kurangnya, menunduk kira-kira dua telapak tangannya sampai ke lutut,
sedangkan yang baiknya ialah betul-betul menunduk sampai datar atau lurus
tulang punggung dengan lehernya Sembilan puluh derajat serta meletakkan dua
telapak tangan ke lutut. Khusus rukuk orang yang shalatnya duduk
sekurang-kurangnya sampai muka sejajar dengan lututnya, sedangkan yang baiknya
ialah muka sejajar dengan tempat sujud.
6)
I’tidal
serta tuma’ninah (diam sebentar)
ثم ارفع حتى تعتدل
قائما.( رواه البخارى ومسلم)
“Kemudian bangkitlah engkau sehingga berdiri tegak untuk
I’tidal.” (HR.Bukhari dan Muslim)
7)
Sujud
dua kali serta tuma’ninah
Sebagian Ulama’ mengatakan bahwa
sujud wajib dilakukan dengan tujuh anggota tubuh yaitu dahi, dua telapak
tangan, dua lutut, dan ujung jari kedua kaki.
8)
Duduk
di antara dua sujud serta tuma’ninah
ثم اسجد حتى تطمئن
ساجدا ثم ارفع حتى تطمئن جالسا ثم اسجد حتى تطمئن ساجدا. (رواه البخارى ومسلم)
“Kemudian sujudlah engkau hingga diam untuk sujud, kemudian
bangkitlah engkau hingga diam untuk duduk, kemudian sujudlah engkau hingga diam
pula untuk sujud.” (HR.Bukhari dan Muslim)
9)
Duduk
akhir
Untuk tasyahud akhir, shalawat atas
Nabi saw dan atas keluarga beliau,
keterangan amal Rasulullah saw (beliau selalu duduk ketika membaca tasyahud dan
shalawat).
10)
Membaca
tasyahud akhir
11)
Membaca
shalawat Nabi Muhammad saw
Waktu membacanya adalah ketika duduk
akhir sesudah membaca tasyahud akhir. Shalawat atas keluarga beliau menurut
Syafi’I tidaklah wajib melainkan sunnat.
12)
Memberi
salam yang pertama (ke kanan)
13)
Menertibkan
rukun.
Hukum meninggalkan shalat sesuai sabda Rasulullah yaitu sebagai
berikut :
بين
الرجل وبين الكفر ترك الصلاة.
“Antara seorang Islam dan antara kekafiran ialah meninggalkan
shalat.” (HR.Ahmad dan Muslim dari Jabir)
Banyak
perbedaan pendapat mengenai hukum bagi orang yang meninggalkan shalat menurut
para Ulama, akan tetapi dari perbedaan yang ada dapat ditarik kesimpulan bahwa:
v Seseorang yang meninggalkan shalat pada suatu waktu dengan karena
kemalasan, atau mengerjakan kemaksiatan karena kejahilan dengan merasa
penyesalan dan kekecewaan hati serta ingin bertaubat, tiadalah iman orang itu berlawanan
dengan iman muthlaq dan tiadalah halnya itu mengeluarkan dirinya dari millah
(agama), walaupun berulang-ulang.
v Seseorang yang terus menerus meninggalkan shalat dengan tidak
merasa keberatan apa-apa, tidak merasa penyesalan dan tidak merasa perlu
bertaubat, maka orang itu dipandang dan dihukum kafir. Karena meninggalkan
shalat yang semacam ini termasuk meniadakan iman.[11]
E.
Shalat
Sunnat[12]
Shalat sunnat
disebut juga shalat tathawu’, shalat nawafil, shalat mandub dan shalat mustahab
yakni shalat yang dianjurkan untuk dikerjakan. Artinya diberi pahala kepada
yang mengerjakan dan tidak berdosa bagi yang meninggalkan. Shalat sunnat dibagi
menjadi dua, yaitu shalat sunnat muakkadah dan shalat sunnat ghairu muakkadah.
1.
Shalat
sunnat muakkadah yaitu shalat sunnat yang selalu dikerjakan atau jarang sekali
ditinggalkan oleh Rasulullah saw, seperti halnya shalat witir, shalat hari
raya, dan lain-lain.
2.
Shalat
sunnat ghairu muakkadah yaitu shalat sunnat yang tidak selalu dikerjakan oleh
Rasulullah saw, seperti shalat dhuha, dan shalat-shalat rawatib yang tidak
muakkadah.
Semua shalat,
termasuk shalat sunnat dilakukan adalah untuk mencari keridhaan atau pahala
dari Allah swt. Namun shalat sunnat, jika dilihat dari ada atau tidak adanya
sebab-sebab dilakukannya, dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu: shalat
sunnat yang bersebab dan shalat sunnat yang tidak bersebab.
1.
Shalat
sunnat yang bersebab, yaitu shalat sunnat yang dilakukan karena ada sebab-sebab
tertentu, seperti halnya shalat istisqa’ (meminta hujan) dilakukan karena
terjadi kemarau panjang, shalat kusuf (gerhana) dilakukan karena terjadi
gerhana matahari atau gerhana bulan, dan lain sebagainya.
2.
Shalat
sunnat yang tidak bersebab, yaitu shalat sunnat yang dilakukan tidak karena ada
sebab-sebab tertentu. Sebagai contoh : shalat witir, shalat dluha, dan lain
sebagainya.
F.
Sujud
Sahwi, Sujud Tilawah, dan Sujud Syukur[13]
1)
Sujud
sahwi
Sujud Sahwi ialah sujud yang
dilakukan di akhir shalat untuk menyempurnakan shalat karena ada yang terlupakan. Sujudnya
dilakukan dua kali sama seperti shalat biasa, dan dilakukan sebelum salam. Tiga
sebab yang menjadi alasan diperintahkannya sujud sahwi, :
Ø Sebab kekurangan yaitu, ada sesuatu yang mestinya dikerjakan tetapi
tertinggal tidak dilakukan yakni menyangkut kekurangan rukun, kekurangan wajib,
kekurangan sunnah hai’at.
Ø Sebab kelebihan ialah terjadinya kelebihan diluar yang semestinya.
Misal dalam kelebihan jumlah rakaat shalat.
Ø Sebab ragu-ragu yaitu terjadi keragu-raguan dalam rukun-rukun
shalat apakah sudah dilakukan atau belum, misalnya dua rakaat atau tiga rakaat.
Fadhilah sujud sahwi adalah menyempurnakan
shalat karena ada sesuatu yang terlupakan. Doa sujud sahwi ketika selesai
tasyahud, maka ucapkan takbir, bersujudlah dan membaca :
سبحان
ربي الأعلى وبحمده سبحان من لاينام ولايسهو سبوح قدوس ربنا ورب الملائكة والروح.
“ Maha suci Tuhanku yang Maha Luhur, dengan memuji kepadaNya.
Maha suci Tuhan yang tidak tidur dan tidak lupa, yang disucikan dan dimurnikan,
Tuhan kami, Tuhan para malaikat, dan Tuhan malaikat Jibril.”
2)
Sujud
Syukur
Sujud syukur adalah sujud sebagai
tanda syukur kepada Allah ketika mendapatkan nikmat atau terhindar dari
bencana. Sujud syukur dilaksanakan sekali saja, dimulai dengan ucapan takbir
dan langsung bersujud, tidak ada salam. Sebaiknya dikerjakan dengan menghadap
kiblat dan dalam keaadan suci.
Doa yang dibaca ketika :
·
Sujud
syukur terhindar dari musibah
سبحان ربي الأعلى
وبحمده سبحانك اللهم ربنا وبحمدك اللهم اغفرلي, اللهم إني أشكرك على أن نجيتني من
هذه المصيبة.
“ Maha suci Tuhanku yang maha tinggi,
segala puji yang aku panjatkan hanya bagiNya. Maha Suci engkau Ya Allah ya
Tuhan kami, segala puji bagiMu. Ya Allah, ampunilah aku. Ya Allah, sesungguhnya
aku bersyukur kepadaMu, karena Engkau telah menyelamatkan aku dari musibah
ini.”
·
Sujud
syukur mendapat anugerah Allah
سبحان ربي الأعلى
وبحمده سبحانك اللهم ربنا وبحمدك اللهم اغفرلي, اللهم إني أشكرك على ما انعمت علي
من هذه النعمة.
“ Maha suci Tuhanku yang Maha Tinggi,
segala puji yang aku panjatkan hanya bagiNya. Maha Suci Engkau Ya Allah ya
Tuhan kami, segala puji bagiMu, Ya Allah ampunilah aku. Ya Allah, sesungguhnya aku
bersyukur kepadaMu, karena Engkau telah memberikan aku nikmat seperti ini.”
Fadhilah sujud syukur di antaranya Allah
membuka hijab antara hamba dan malaikat, mendapat rahmat Allah, mendapat
kepantasan masuk dalam surgaNya, serta dicukupkan apa yang menjadi
keinginannya.
3)
Sujud
Tilawah
Sujud tilawah yaitu sujud yang dilakukan
ketika membaca ayat sajdah atau mendengarkan orang yang membaca ayat sajadah.
Bagi anda yang tidak dalam keadaan shalat, maka caranya adalah ketika ayat sajdah
tersebut sampai di penghujung, anda menghadap qiblat langsung bertakbir dan bersujud.
Do’a sujud tilawah adalah:
سبحان ربي الأعلى
وبحمده اللهم اغفرلي, اللهم لك سجدت وبك آمنت وعليك توكلت. سجد وجهي لله الذي خلقه
وصوره وشق سمعه وبصره بحوله وقوته فتبارك الله احسن الخالقين. اللهم اكتب لي بها
أجرا وارفع عني بها وزرا واجعلها لي عندك ذخرا وتقبلها مني كما تقبلتها من عبدك
داود عليه السلام.
“ Maha suci Tuhanku yang paling luhur, aku sampaikan pujian
kepadaNya. Ya Allah ampuni aku. Ya Allah, kepadamu aku bersujd, kepadaMu aku
beriman, dan kepadaMu aku bertawakal. Aku sujudkan wajahku kepada Allah yang
telah menciptakannya, membentuknya, membuka pendengaran, dan penglihatannya,
dengan daya dan kekuatanNya. Maha luhur Allah sebaik-baik pencipta. Ya Allah,
dengan ayat itu tuliskan untukku pahala, dengan ayat itu hapuskan dosaku,
jadikan air itu bagiku di sisiMu menjadi simpanan, terimalah dia dariku
sebagaimana engkau menerimanya dari hambaMu Nabi Dawud as.”
Sesudah sujud langsung kembali ke
posisi semula tanpa takbir. Namun jika sedang dalam melakukan shalat maka
sesudah sujud kita membaca takbir lagi dan kembali berdiri seperti sebelumnya
melanjutkan shalat. Sujud ini hanya dilakukan sekali saja.
Fadhilah sujud tilawah adalah
dijauhkan diri dari setan. Sujud tilawah dilakukan ketika membaca atau
mendengar ayat-ayat al-Quran yang terdapat dalam lima belas tempat, yakni
sebagai berikut: Surat al-A’raf ayat 206, Surat ar-Ra’d ayat 15, Surat an-Nahl
ayat 49, Surat al-Isra’ 107, Surat Mariyam ayat 5, Surat al-Hajj ayat 18, Surat
al-Hajj ayat 77, Surat al-Furqan ayat 60, Surat an-Naml ayat 25, Surat as-Sajadah
ayat 15, Surat Shad ayat 24, Surat
Fushilat ayat 37, Surat an-Najm ayat 62, Surat al-Insyiqaq ayat 21, Surat
al-Alaq ayat 19.
G.
Hukum-hukum
Imamah
Imamah mempunyai keutamaan yang sangat agung, oleh karena
pentingnya maka Nabi melakukannya sendiri, demikian pula Khulafaur Rasyidin
sesudah beliau. Imam mempunyai tanggung jawab yang sangat besar, jika
melaksanakan tugasnya dengan baik ia mendapat pahala yang sangat besar dan ia
mendapat pahala seperti orang yang shalat bersamanya. Makmum wajib hukumnya
mengikuti imam dalam seluruh shalatnya, berdasarkan sabda Rasulullah yang
artinya : “ Imam dijadikan tidak lain untuk diikuti, apabila ia bertakbir maka
bertakbirlah, dan apabila ruku’ maka ruku’lah, dan jika mengatakan :
sami’allahu liman hamidah, maka katakan allahumma rabbana lakal hamdu, apabila
imam shalat berdiri maka shalatlah berdiri, dan jika shalat duduk , maka
shalatlah kalian semua duduk.”(HR.Muttafaqun ‘alaih).[14]
Disyaratkan menjadi imam yaitu orang yang sanggup menuanaikan
shalat, mengetahui hukum-hukum shalat, mempunyai akal yang kuat, dan tidak
cidera bacaan Al-Qur’annya.[15]
Antara imam dan makmum ada empat hal yang harus diperhatikan :
1.
Mendahului
yakni makmum mendahului imam dalam bertakbir, ruku’, sujud, salam atau yang
lainnya. Perbuatan ini tidak boleh dan barangsiapa yang melakukannya maka
hendaklah melakukannya setelah imam, jika tidak maka shalatnya batal.
2.
Menyamai
yakni gerakan imam dan makmum bersamaan dalam berpindah dari rukun ke rukun
lainnya . perbuatan ini adalah makruh. Adapun menyamai imam ketika takbiratul
ihram maka shalatnya tidak sah.
3.
Mengikuti
yaitu perbuatan makmum terjadi setelah perbuatan imam dan inilah yang
seharusnya dilakukan makmum. Yang demikian ini terlaksanalah bermakmum yang
sesuai syari’at.
4.
Ketinggalan
yaitu makmum ketinggalan imam hingga masuk ke rukun lain dan ini tidak boleh
karena menyalahi berjama’ah.
H.
Shalat
Orang yang Memiliki Udzur
Orang yang memiliki udzur (halangan) tetap lah di wajibkan
melaksanakan shalat. Di antara orang yang memiliki udzur yaitu orang sakit dan
bepergian jauh yang tujuannya bukan untuk maksiat (dalam kendaraan).
1.
Orang
sakit wajib juga shalat semampunya selama akal atau ingatannya masih tetap.
Kalau tidak mampu berdiri maka ia boleh shalat sambil duduk, kalau tidak mampu
duduk boleh berbaring ke sebelah kanan menghadap qiblat, kalau tidak kuat
berbaring boleh menelentang dengan ke dua kakinya ke arah qiblat, kalau dapat
kepalanya diberi bantal agar mukanya menghadap qiblat, dan kalau masih tidak
mampu maka dibolehkan shalat dengan isyarat.[16]
2.
Bagi
orang yang sedang dalam kendaraan, seperti kereta api, kapal laut dan lainnya,
maka dibolehkan mengerjakan shalat fardlu
menurut cara yang mungkin dapat dilakukan. Diterangkan dalam hadits dari Ibnu
‘Umar, bahwa ketika Rasulullah saw ditanya shalat dalam kapal, beliau menjawab
:
صل
فيها قائما الا ان تخاف الغرق. (رواه الدرقطنى والحاكم عن ابن عمر)
Artinya : “Shalatlah disitu dengan berdiri, kecuali jika kamu takut
akan tenggelam.” (HR.Ad Daruqutni dan Al Hakim dari Ibnu ‘Umar)[17]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Shalat merupakan salah satu rukun dalam Islam yang wajib
dilaksanakan oleh setiap mukallaf dalam keadaan apapun dan kapanpun. Banyak hal
yang harus dilakukan sebelum, ketika, maupun sesudah melaksanakan shalat. Yang
mana hal tersebut juga menambah nilai kesempurnaan dalam shalat. Selain itu
juga terdapat hukum-hukum tertentu yang ada dalam shalat, baik ucapan maupun
gerakan. Untuk itu sebagai seoraang muslim yang beriman hendaklah mengetahui
secara mendalam tentang shalat, serta dapat mengamalkannya dengan sebaik
mungkin untuk meningkatkan kualitas ibadah seorang hamba kepada Sang Pencipta.
B.
Saran
Tentu dalam penulisan
makalah ini banyak kekurangannya, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapkan agar makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Setelah kita
mengetahui tentang shalat yang
merupakan fiqih ubudiyah di atas, kita semakin
bertambah pengetahuan, maka dari itu agar pengetahuan kita bermanfaat mari kita
sama-sama mengamalkan pengetahuan yang kita peroleh agar bermanfaat bagi orang
lain dan khususnya untuk diri kita
sendiri.
[1] Rois Mahfud, Al-Islam
Pendidikan Agama Islam, Penerbit Erlangga, 2011, hal.25
[2] T.M. Hasbi
Ash-Shiddieqy, Pedoman Shalat, Cetakan ke-23, PT Bulan Bintang Jakarta, 1994,
hal.63
[3] Ibid,
hal.54
[4] Ibid,
hal.66
[5] Proyek
pembinaan prasarana dan sarana PTA/IAIN di Pusat Direktorat Pembinaan Perguruan
Tinggi Agama
Islam Jakarta, Ilmu Fiqih Jilid I, Cetakan ke dua, 1983, hal.89
Islam Jakarta, Ilmu Fiqih Jilid I, Cetakan ke dua, 1983, hal.89
[6] Sulaiman
Rasjid, Fiqh Islam, Cetakan ke 39, PT Sinar Baru Algesindo Bandung,
2006, hal.57
[7] T.M. Hasbi
Ash-Shiddieqy, Pedoman Shalat, Cetakan ke-23, PT Bulan Bintang Jakarta,
1994, hal.120
[8] Sulaiman
Rasjid, Fiqh Islam, Cetakan ke 39, PT Sinar Baru Algesindo Bandung,
2006, hal.64
[9] T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pedoman
Shalat, Cetakan ke-23, PT Bulan Bintang Jakarta, 1994, hal.98
[10] Sulaiman
Rasjid, Fiqh Islam, Cetakan ke 39, PT Sinar Baru Algesindo Bandung,
2006, hal.75
[11] T.M. Hasbi
Ash-Shiddieqy, Pedoman Shalat, Cetakan ke-23, PT Bulan Bintang Jakarta,
1994, hal.571
[12]
Proyek
pembinaan prasarana dan sarana PTA/IAIN di Pusat Direktorat Pembinaan Perguruan
Tinggi Agama
Islam Jakarta, Ilmu Fiqih Jilid I, Cetakan ke dua, 1983, hal.87
Islam Jakarta, Ilmu Fiqih Jilid I, Cetakan ke dua, 1983, hal.87
[13]
Saifuddin Aman, Mengungkap
Keajaiban Sujud, Cetakan pertama, Penerbit Al-Mawardi Prima, 2009, hal.78
[15] T.M. Hasbi
Ash-Shiddieqy, Pedoman Shalat, Cetakan ke-23, PT Bulan Bintang Jakarta,
1994, hal.328
[16] Sulaiman
Rasjid, Fiqh Islam, Cetakan ke 39, PT Sinar Baru Algesindo Bandung,
2006, hal.122
[17] Proyek
pembinaan prasarana dan sarana PTA/IAIN di Pusat Direktorat Pembinaan Perguruan
Tinggi Agama
Islam Jakarta, Ilmu Fiqih Jilid I, Cetakan ke dua, 1983, hal.189
Islam Jakarta, Ilmu Fiqih Jilid I, Cetakan ke dua, 1983, hal.189
Tidak ada komentar:
Posting Komentar